Para pekerja yang sedang memproduksi permen davos.
Jangan menyebut dirinya orang Purbalingga (Jateng), jika tidak kenal dengan Permen Davos. Permen kuno dibungkus kertas berwarna ungu itu memang telah telah melegenda, sehingga identik dengan nama Purbalingga. Merek permen buatan tahun 1931 yang diproduksi PT Slamet Langgeng di Jalan A Yani 67 Kelurahan Kandanggampang itu, kini telah merajai pasar di wilayah Jateng, DIY, sebagian Jatim, Jabar dan DKI Jakata. Bahkan, DIY merupakan pasar yang paling bagus.
Permen Davos Roll (warna kemasan ungu), sejak diproduksi tahu 1931 hingga sekarang, kemasan, bentuk dan rasanya tetap sama.
Permen Davos Roll (warna kemasan ungu), sejak diproduksi tahu 1931 hingga sekarang, kemasan, bentuk dan rasanya tetap sama.
Permen Davos Roll (warna kemasan ungu), sejak diproduksi tahu 1931 hingga sekarang, kemasan, bentuk dan rasanya tetap sama.
Rasa permen Davos memang khas, segar dan semriwing.Itulah keistimewaan permen Davos, jika diba dibanding permen-peren lainnya.Meskipun banjir aneka jenis dan merk permen menyerbu pasaran, namun permen Davos hingga kini tetap bertahan, karena rasanya yang khas itu .
Menurut Nicodemus Hardi, managing director PT Slamet Langgeng, permen ini dirintis oleh Siem Kie Djian pada 28 Desember 1931. Dalam perjalanan zaman, perusahaan dilanjutkan anaknya, Siem Tjong An. Enam tahun berikutnya, bisnis diteruskan lagi ke anak dan menantu Tjong An: Toni Siswanto Hardi dan Corrie Simadibrata, yang juga generasi kedua.Selanjutnya diturunkan ke Budi Handojo, sebagai generasi ketiga. Kini, sebagai generasi keempat penerus usaha itu Nicodemus Hardi.
Aneka jenis permen davos produksi PT Slamet Langgeng.
Pada masa penjajahan Jepang, perusahaan sempat tersungkur dan baru bangkit lagi sesudah 1945. Perusahaan berganti nama menjadi PT Slamet Langgeng & Co., yang memproduksi permen mint Davos, Kresna, Alpina, dan Davos Lux. Ada pula produk non permen: limun dan biskuit bermerek Slamet. Karena kesulitan bahan baku, produksi biskuit berhenti pada 1973.
Nama Slamet Langgeng diambil dari nama gunung terbesar di Jawa Tengah yang terletak di Purbalingga: Gunung Slamet. Sedangkan Davos terinspirasi dari nama kota berhawa sejuk di Swiss yang dianggap cocok menggambarkan dinginnya permen mint ini.
Bahan yang digunakan untuk membuat permen Davos, lanjut Nicodemus Hardi, 98 persen gula pasir dan sisanya mentol serta zat pengikat. Tidak ada zat pewarna, pegawet maupun pemanis untuk produk ini. Daya tahan permen ini bisa 1,5 tahun hingga 2 tahun.
Produk pertama Davos yakni Davos Roll dengan kemasan warna ungu, dan hingga kini tak berubah. Satu bungkus berisi 10 butir berdiameter 22 milimeter, dengan harga jual Rp 1000,-. Selain itu, memenuhi tuntutan konsumen dan zaman, juga diproduksi davos lux (warna kemasan hijau) yang di pasaran dijual Rp 500,- – Rp 1000,-. davos klasik (Rp 100,-/biji),davos mild, dan davos mini.
Produk terbaru PT Slamet Langgeng yang baru dilempar ke pasaran awal November 2009, yakni permen Koffie. Permen rasa kopi yang per bungkusnya berisi 50 buah ini, di pasaran dijual Rp 3600,- – Rp 4000,-.
Permen Koffie, produk terbaru PT Slamet Langgeng.
Nicodemus Hardi mengaku, bagi konsumen yang sudah kecanthol rasa permen davos atau permen produksi PT Slamet Langgeng lainnya, akan sulit lepas. Meskipun konsumen itu sudah mencoba rasa permen lainnya, namun akhirnya kembali lagi ke permen davos. (BNC/prs)
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/06/11/permen-davos-sejak-1931-rasanya-%E2%80%98-semriwing%E2%80%99/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar