Banyumas – Berbekal awal dari keinginan untuk mengangkat budaya lokal Banyumasan, sekelompok anak muda asal Ajibarang, Banyumas (Jateng) menciptakan kaos yang menggunakan bahasa khas Banyumas. Kaos produksi ‘Dablongan’ ini mulai dikenal dikalangan masyarakat Banyumas. Tulisan-tulisan bernada kocak dan menggelitik khas Banyumas sedikit banyak menarik perhatian para calon pembeli. Arti kata Dablongan sendiri berarti ‘seenaknya’ atau ‘kelakar yang berlebihan’.
Direktur Dablongan Soten CV, Amin Nurohman, mengatakan, kaos ‘Dablongan’ sudah mulai diproduksi dua tahun lalu. Tetapi selama ini pemasarannya masih dari mulut ke mulut. Baru dalam event pameran di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) ini, mereka menjangkau pasar yang lebih luas.
kaos dablongan2“Kami baru kali ini mengikuti pameran, ternyata antusias masyarakat terhadap kaos yang mengangkat bahasa khas Banyumasan ini sangat bagus. Baru hari pertama pameran saja, penjualan kaos sudah cukup bagus, artinya sebenarnya masyarakat Banyumas haus akan kreasi-kreasi asli Banyumas yang selama ini memang belum tergarap dengan maksimal,” kata Amin disela-sela event pameran di kompleks kampus Unsoed Purwokerto, Kamis (14/10)
Saat disinggung apakah produk kaos Dablongan ini ingin menyaingi produk Dagadu yang menjadi ciri khas Jogja, Amin mengiyakan. Menurutnya, sudah saatnya Banyumas memiliki kaos lokal yang bisa dibanggakan dan mengangkat budaya serta bahasa khas Banyumas. Sebab, Banyumas merupakan kota kabupaten yang sangat kaya dengan budaya dan bahasa lokal.
“Tentu saja kami ingin menjadi sebesar Dagadu Jogja ataupun Joger Bali, karena bukan hal yang sulit bagi Banyumas untuk memiliki produk khas, termasuk kaos,” tutur Amin.
Dalam ajang pameran di kompleks rektorat Unsoed kemarin, stand ‘Dablongan’ memang menjadi salah satu pusat perhatian para pengunjung. Para pengunjung yang melihat-lihat kaos selalu tertawa ataupun tersenyum sesudah membaca tulisan yang tertera di kaos. Tidak hanya anak muda, bahkan orang tua juga banyak yang ‘ngumpul’ di stand ‘Dablongan’.
Beberapa kalimmat dalam kaos tersebut seperti ‘Bali Domeih Ora Bali Degoleti (pulang dimarahi, tidak pulang dicari)’, Nandur Jae nang Galengan, Nganggur Bae Nggo Omongan (Menanam jahe di pematang, mengganggur lama jadi omongan)’, ‘Nandur Pelem neng Mburitan Angger Gelem Ora Duwitan (menanam mangga di belakang, kalau mau jangan pakai uang).
Ungkapan-ungkapan bahasa seperti itu memang sudah menjadi keseharian pada masyarakat Banyumas. Namun, jika ungkapan tersebut tertuang dalam wujud kaos, tampaknya baru ada pada produk-produk ‘Dablongan’. (BNC/t)
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/10/14/saingi-dagadu-dablongan-angkat-ciri-khas-banyumasan/
nang ndi gole tuku kue lurr??
BalasHapus