BANYUMAS memiliki tempat yang lebih menggetarkan hati ketimbang suasana feodal Kota Verona di Roma, Italia. Kota tempat Romeo dan Juliet memadu kasih itu, kalah indah dengan tempat dimana Raden Ranusentika menjalin kisah asmara dengan Dewi Mas Inten. Tidak percaya? Berkunjunglah ke Curug Cipendok, air terjun dengan ketinggian mencapai 100 meter.
Banyak kata yang digunakan Shakespeare, pengarang kisah Romeo-Juliet, untuk mengambarkan kota Verona, dan mencipta kisah rekaan Romeo-Juliet. Sebaliknya,pesona yang bisa dihadirkan kawasan yang masuk wilayah Kecamatan Cilongok itu justru sukar digambarkan dengan kata. Simponi musik yang dihadirkan lewat dentuman air terjun, gemericik sungai, kicau burung, desau angin di rimbunan hutan, dan sesekali celoteh kera liar, membuat kata-kata terasa tidak lagi memadai.
Bila sedang mujur, pelancong bisa menyaksikan “penampakan” salah satu hewan langka di dunia yaitu kera berdada abu-abu. Sementara di langit di atas hutan, sesekali burung elang Jawa melintasi udara dengan anggun. Kalau cukup bernyali, di sekitar kawasan Telaga Pucung masih ada harimau pemalu yang enggan memperlihatkan diri.
Kera berdada abu-abu dan harimau bisa ‘dipancing’ keluar dari persembunyian mereka lewat jasa pawang. Lewat sejumlah prosesi adat, pawang bisa mengundang raja hutan dan kawanan kera untuk keluar dari rimbunan hutan.
Situs Asmara
Hingga kini, masyarakat setempat mempercayai legenda berbalut kisah asmara dua sejoli, Raden Ranusentika dan Dewi Mas Inten. Kisah asmara mereka, meninggalkan sejumlah bukti fisik yang kini masih tersisa.
Nama Curug Cipendok bermula dari legenda yang masih berkaitan dengan sejarah Perang Diponegoro. Perang ini merupakan perang lima tahun (1825-1830) antara Pangeran Diponegoro melawan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Perang yang dimenangkan Belanda itu membuat seluruh wilayah Banyumas berada dibawah kekuasaan pemerintahan colonial.
Raden Ranusentika merupakan wedana (pemimpin) daerah Adjibarang, di dekat Banyumas. Belanda menugasinya memimpin kerja paksa membuka hutan belandara di sekitar lereng GunungSlamet untuk dijadikan perkebunan.
Delapan bulan memimpin pembukaan hutan, selalu terjadi keanehan. Pada saat pohon selesai ditebang, esoknya tumbuh lagi seperti semula. Seolah-olah seperti belum pernah ditebang sama sekali. Kejadian ini terjadi berulang-ulang, sehingga membuat bingung dan pusing Raden Ranusentika. Ia kemudian melakukan semadi memohon petunjuk Tuhan. Sayangnya, dia merasa tak mendapat petunjuk-Nya.
Raden Ranusentika pergi memancing di ikan di dekat air terjun. Saat itulah, ia merasa kailnya seperti ditarik-tarik oleh ikanyang besar, sampai-sampai gagang pancingnya melengkung. Saat ditarik, kailnya menyangkut sebuah cincin warangkakeris (pendok) yang bersinar kuning keemasan.
Ketika didekatkan, tiba-tiba Raden Ranusentika bisa melihat banyak sekali makhluk halus yang berada di hutan yang telah ditebang habis. Mereka semua yang selama ini menggagalkan pekerjaan Raden Ranusentika.
Atas usulan Breden Santa, seorang kepala pekerja, air terjun dimana Raden Ranusentika menemukan pendok keris, dinamakan Curug Cipendok. Berasal dari kata curug yang berarti air terjun dan pendok atau cincin dari bilah keris. Pendok keris yang ditemukan Raden Ranusentika.
Selain menemukan pendok, Raden Ranusentika juga ditemui seorang makhluk halus berujud peri, bernama Dewi Mas Inten. Karena bukan manusia, ia mendapat julukan Putri Sudhem. Julukan ini berasal dari kata ‘susu adhem’ artinya payudaranya dingin karena sebagai mahluk halus, dia tidak memiliki darah panas seperti manusia.
Keduanya menjalin asmara, dan bersama-sama menyelesaikan pekerjaan pembukaan hutan. Dewi Mas Inten diboyong ke Kadipaten Ajibarang, menjadi garwa padmi (selir) dari Raden Ranusentika.
Situs peninggalan Raden Ranusentika bernama “watu kunci” dan Dewi Mas Inten dinamai “watu gembok”. Dewi Mas Inten yang oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai siluman kera, kala itu membantu ritual babad alas mantan wedana Ajibarang, Raden Ranusentika. Keduanya berpisah ketika Ranusentika, atas keberhasilan membabat hutan, diangkat menjadi Bupati Purbalingga oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Sampai sekarang, jika ada orang yang bisa mencapai situs tadi, masyarakat percaya hubungan asmaranya bisa langgeng. (*)
*****
http://banyumasku.blogspot.com/
mas wied, aku minta izin ngopy data tentang cipendoknya ya mas, hehe terimakasih sebelumnya :)
BalasHapus@Anonim: monggo masss... :)
BalasHapuscritanya asik yah kaya, cerita gunung kemukus
BalasHapus