Minggu, 29 Agustus 2010
Mengenal Aksara HaNaCaRaKa
Aksara Hanacaraka sebagai budaya Jawa tengah dan Jawa Timur, dan juga sering dipakai oleh orang sunda, sudah jarang yang memakainya. Tidak mengherankan kalau anak muda sekarang sudah tidak bisa membaca dan menulis menggunakan aksara Jawa. Dan ini sunggung menghawatirkan budaya yang demikian tinggi punah dengan begitu saja
Aksara di Nusantara seperti aksara Ngalagena dari Sunda, Surat Bali dari Bali,Aksara Hanacaraka dari Jawa, dan Aksara Kagana dari Lampung Kha Gha Na kebanyakan merupakan aksara Brahmatik yaitu aksara yang menggambarkan bunyi biasanya bunyi a walaupun orang Jawa membacanya dengan o.
ha na ca ra ka
Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia
da ta sa wa la
Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
pa da ja ya nya
Mereka sama-sama kuat dan tangguh
ma ga ba tha nga
Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama
Untuk mempelajari Aksara Hanacaraka sebaiknya instal dulu font hanacaraka.ttf yang bisa di download DISINI
1. Aksara Jawa Carakan
terdiri dari 20 huruf yaitu :
2. Aksara Pasangan (Mati)
Yaitu aksara apabila disimpan ditengah maka hurup sebelumnya mati (menjadi konsonan)
misalnya pandan aksara yang dipakai yaitu pa na da na apabila dipakai da pasangan maka na sebelum dan sesudah da menjadi mati (menjadi konsonan) menjadi pandan:
3. Aksara Swara (Vokal)
Biasanya dipakai sebagai hurup awal nama tempat atau nama orang yang dihormati
4. Aksara Rekaan
Adalah aksara dengan huruf serapan dari bahasa arab/asing
5. Aksara Murda
Biasanya dipakai untuk huruf awal Nama tempat atau nama orang yang dihormati
6. Angka/Wilangan
7. Tanda Baca (Sandangan)
Contoh pengetikan Aksara Hanacaraka
marilah kita coba membuat tulisan jawa untuk teks dibawah ini
Saat ini akhir tahun 2009 di alam Kompasiana pernah berdiri kerajaan yang bernama negeri ngocoleria. Negeri ngocoleria ini dipimpin oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana bernama Baginda ANDY SYOEKRY AMAL dengan permaisuri yang bernama Nyi Mas Ratu Kencana Inge. Baginda Raja memiliki dua orang selir yaitu Nyi Mas Rina Sulistiyoningsih dan Nyi Mas Siska Nanda. Kedua selir ini diincar oleh Menteri pertahanan ngocol yang bernama Adipati Aria Ibeng Suribeng. Untuk menjaga stabilitas negara dan stabilitas rumah tangga, sengaja Baginda Raja menikahkan putri satu-satunya yang bernama Nyi Mas kencana Wulung Nopey kepada Menteri Pertahanan Ngocol Adipati Aria Ibeng Suribeng. Semoga prasasti ini menjadi bahan pelajaran pada anak cucu jangan terlalu percaya pada menterinya
ditulis:
hasilnya menjadi:
*****
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/28/mengenal-aksara-hanacaraka/
Mengenal Aksara Kawi (Jawa Kuno)
Oleh: Wawan Supriadi
Sedikit demi sedikit cita-cita untuk mendokumentasikan aksara Nusantara, semakin mendekati kenyataan. Walaupun memakan waktu cukup lama aksara Nusantara yang berserakan entah dimana, satu-satu terkumpul juga dan sampai saat ini sudah 10 aksara nusantara yang berhasil dikumpulkan, iniberkat bantuan sahabat-sahabat baik di Kompasiana maupun di FB yang tergabung di Madya Indonesia (Masyarakat Advokasi Warisan Budaya)
Kemarin malam saya menerima kiriman contoh Aksara Kawi (Jawa Kuna) dari Sahabat Face Book yang bernama Cahyo Ramadani dan pada saat itu juga saya mencoba membuat font Aksara Kawi yang saya berinama Kawi.ttf yang bisa di down load DISINI. Metode pembuatan berbeda dengan yang saya lakukan berbdea dengan metode yang terdahulu. Dulu, saya jiplak tiap hurup dengan Corel Draw, tapi sekarang berhubung bentuknya agak rumit, sehingga dengan metode jiplak akan memakan waktu cukup lama, saya potong-potong langsung Aksara Kawi tersebut dengan Adobe Photo Shop, kemudian tiap hurup tersebut dimaing font nya menggunakan font creator.
Seperti aksara nusantara yang lainnya, aksara Kawi ini terdiri dari Hurup Utama yang disebut Aksara Induk, tanda diakritik, dan hurup pasangan, dengan Maping pada Keyboard seperti berikut.
AKSARA INDUK
TANDA DIAKRITIK
AKSARA PASANGAN
Siapapun anda, yang mengetahui tentang Aksara Kawi dimohon masukannya, ada beberapa yang membingungkan diantaranya hurup yang berbunyi 'sa' ada 3 bentuk.
*****
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/08/mengenal-aksara-kawi-jawa-kuno/
Sedikit demi sedikit cita-cita untuk mendokumentasikan aksara Nusantara, semakin mendekati kenyataan. Walaupun memakan waktu cukup lama aksara Nusantara yang berserakan entah dimana, satu-satu terkumpul juga dan sampai saat ini sudah 10 aksara nusantara yang berhasil dikumpulkan, iniberkat bantuan sahabat-sahabat baik di Kompasiana maupun di FB yang tergabung di Madya Indonesia (Masyarakat Advokasi Warisan Budaya)
Kemarin malam saya menerima kiriman contoh Aksara Kawi (Jawa Kuna) dari Sahabat Face Book yang bernama Cahyo Ramadani dan pada saat itu juga saya mencoba membuat font Aksara Kawi yang saya berinama Kawi.ttf yang bisa di down load DISINI. Metode pembuatan berbeda dengan yang saya lakukan berbdea dengan metode yang terdahulu. Dulu, saya jiplak tiap hurup dengan Corel Draw, tapi sekarang berhubung bentuknya agak rumit, sehingga dengan metode jiplak akan memakan waktu cukup lama, saya potong-potong langsung Aksara Kawi tersebut dengan Adobe Photo Shop, kemudian tiap hurup tersebut dimaing font nya menggunakan font creator.
Seperti aksara nusantara yang lainnya, aksara Kawi ini terdiri dari Hurup Utama yang disebut Aksara Induk, tanda diakritik, dan hurup pasangan, dengan Maping pada Keyboard seperti berikut.
AKSARA INDUK
TANDA DIAKRITIK
AKSARA PASANGAN
Siapapun anda, yang mengetahui tentang Aksara Kawi dimohon masukannya, ada beberapa yang membingungkan diantaranya hurup yang berbunyi 'sa' ada 3 bentuk.
*****
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/08/mengenal-aksara-kawi-jawa-kuno/
Minggu, 22 Agustus 2010
Banyumas: Mitos dan Lahan Basah Sastra
Menyaksikan sederetan daftar ragam bentuk kebudayaan ketika pawai dan kirab budaya di Banyumas beberapa hari lalu, pertanyaan saya yang muncul adalah betulkah kota ini menjadi ’’lahan basah’’ budaya dan sastra? Atau, apakah ini menunjukkan gejala bahwa memang ada kebangkitan kaum budaya di Banyumas?
Untuk pertanyaan kedua tentu tidak akan saya bahas, karena berbagai hal saya merasa tidak mampu secara tuntas menggambarkannya. Tapi secara kasat mata kita tentu mafhum bahwa budaya Banyumasan yang secara periodik dicipta, dibangun dan lama kelamaan di hayati sebagai hasrat hidup masyarakatnya. Oleh karena budaya Banyumasan lahir dari berbagai dialog antar pandangan hidup menjadikannya seperti anatomi budaya yang terus berkembang secara organis. Artinya bentuk kebudayaan itu tidaklah hadir secara given tapi lewat proses panjang yang tambal sulam.
Menurut Koencaraningrat (1984), Banyumas merupakan wilayah marginal. Maknanya mungkin kurang lebih menganggap bahwa wilayah ini berada di luar poros budaya jawa (Jogja dan Solo). Tapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya banyumasan sebenarnya memiliki akar yang sama yaitu budaya Jawa Tua. Budaya yang di kembangkan dari cultur Jawa tua itu kemudian berinteraksi dengan berbagai agama seperti Hindu, Budha dan Islam. Inilah yang menjadikannya memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah. Kita bisa lihat kesemuanya dalam berbagai seni pertunjukkan, music dan tari antara lain; Wayang kulit Gagrag Banyumas, Begalan, Calung, Kenthongan, Salawatan Jawa, Bongkel, Lengger, Sintren, Aksimuda, Anggukaplang atau daeng, Buncis dan Ebeg.
Pikiran penulis melayang ke akhir abad XV, ke wilayah vostenlanden (daerah kerajaan) yang didirikan oleh R. Djoko Kahiman (1582) lengkap dengan segenap mitos dan perangkap sejarahnya. Berdasarkan data sudah ada 30 Bupati yang memimpin Banyumas, tentu sederetan panjang nama itu tak mengherankan sebab kota tua ini memang sudah sangat dini tumbuh. Dan garis fikir untuk mengambil mata rantai hari jadi kabupaten merunut pada babad (folklore) R. Djoko Kahiman yang usianya ratusan tahun itu dalam kacamata budaya tentu sangat potensial. Ini artinya masyarakat memiliki ingatan kolektif panjang tentang asal – usul dan pandangan masa lampau. Berbeda misalnya dengan kabupaten yang berusia puluhan tahun. Mitos lama yang ada pun menjadi kabur atau mungkin hanya menjadi bacaaan yang sifatnya arus kecil. Ambil perbandingan dengan Kabupaten Kebumen, kini folklore tentang Joko Sangkrib seringkali hanya menjadi wacana pinggiran bagi sedikit warganya.
Kesemuanya sebenarnya merupakan “ladang emas” bagi kaum budayawannya termasuk sastrawan. Artinya kekayaan budaya yang melimpah ruah dalam seni pertunjukkan ataupun ingatan kolektif dan imajinatif itu memiliki kesanggupan untuk diolah dan dieksplorasi menjadi karya sastra kelas dunia.
Penulis ingat bahwa bahkan Nietzche dalam menuangkan gagasan filsafatnya tentang Will to Power berangkat dari sebuah mitologi dari bangsa Persia. Tokoh yang diangkat pun tak tanggung tanggung seorang arif bijak yang bernama Zaratustra. Jadilah novel itu betul – betul luar biasa karena masih dikaji walaupun diterbitkan seraus tahun lebih. Hal ini bsa jadi karena kemampuan pengarangnya mengangkat ingatan masa lampau dan mengawinkannya dengan gagasan filosofis yang genial.
Potensi Sastra Banyumasan
Namun tentu kesemua gambaran tadi hanya menyediakan bahan mentah saja. Pada akhirnya semua toh kembali pada hasrat, kemampuan dan kemauan untuk menciptakan jenis karya yang betul – betul menampilkan eross dan semangat hidup masyarakat Banyumas. Hanya saja dengan menguatnya semangat lokalitas dalam bersastra menurut saya hasilnya akan sangat estetik. Dalam bahasa antropologi, Banyumas memiliki nilai magik yang mampu menumbuhkan romantika antropologia. Keunikan bahasa, budaya dan pandangan hidup itulah yang membuat hal yang berwarna Banyumas akan menarik bagi orang luar.
Hanya saja memang kajian tentang Banyumas dalam eksplorasi budaya belum segempita di Yogya, Bali, ataupun Solo. Untuk itulah estetika budaya Banyumasan menurut hemat saya perlu dikaji lebih giat oleh kaum sastrawannya agar mampu duduk sama – sama populer dalam konteks khazanah budaya. Dalam pandangan saya tulisan – tulisan Ahmad Tohari bisa jadi semacam rintisan untuk membingkai kultur Banyumas di tataran internasional. Sehingga vitalitas, harmoni dan cablaka nya orang Banyumas bukan hanya sebagai kesahajaan dan keterbukaan masyarakatnya dalam ruang dekorasi komunikasi belaka tapi ke depan hadir dalam menginspirasi untuk memperkaya kebijakan kehidupan yang dituangkan dalam bentuk – bentuk yang lebih estetik. Semoga//
Sabit Banani, Bergiat di Nyalaterang Institute,
Menyelesaikan Kuliahnya di UNSOED Purwokerto
Dimuat di Kolom Esai Radar Banyumas : 13 – 04 -2010
*****
http://nyalaterang.wordpress.com/2010/04/30/banyumas-mitos-dan-lahan-basah-sastra/
Untuk pertanyaan kedua tentu tidak akan saya bahas, karena berbagai hal saya merasa tidak mampu secara tuntas menggambarkannya. Tapi secara kasat mata kita tentu mafhum bahwa budaya Banyumasan yang secara periodik dicipta, dibangun dan lama kelamaan di hayati sebagai hasrat hidup masyarakatnya. Oleh karena budaya Banyumasan lahir dari berbagai dialog antar pandangan hidup menjadikannya seperti anatomi budaya yang terus berkembang secara organis. Artinya bentuk kebudayaan itu tidaklah hadir secara given tapi lewat proses panjang yang tambal sulam.
Menurut Koencaraningrat (1984), Banyumas merupakan wilayah marginal. Maknanya mungkin kurang lebih menganggap bahwa wilayah ini berada di luar poros budaya jawa (Jogja dan Solo). Tapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya banyumasan sebenarnya memiliki akar yang sama yaitu budaya Jawa Tua. Budaya yang di kembangkan dari cultur Jawa tua itu kemudian berinteraksi dengan berbagai agama seperti Hindu, Budha dan Islam. Inilah yang menjadikannya memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah. Kita bisa lihat kesemuanya dalam berbagai seni pertunjukkan, music dan tari antara lain; Wayang kulit Gagrag Banyumas, Begalan, Calung, Kenthongan, Salawatan Jawa, Bongkel, Lengger, Sintren, Aksimuda, Anggukaplang atau daeng, Buncis dan Ebeg.
Pikiran penulis melayang ke akhir abad XV, ke wilayah vostenlanden (daerah kerajaan) yang didirikan oleh R. Djoko Kahiman (1582) lengkap dengan segenap mitos dan perangkap sejarahnya. Berdasarkan data sudah ada 30 Bupati yang memimpin Banyumas, tentu sederetan panjang nama itu tak mengherankan sebab kota tua ini memang sudah sangat dini tumbuh. Dan garis fikir untuk mengambil mata rantai hari jadi kabupaten merunut pada babad (folklore) R. Djoko Kahiman yang usianya ratusan tahun itu dalam kacamata budaya tentu sangat potensial. Ini artinya masyarakat memiliki ingatan kolektif panjang tentang asal – usul dan pandangan masa lampau. Berbeda misalnya dengan kabupaten yang berusia puluhan tahun. Mitos lama yang ada pun menjadi kabur atau mungkin hanya menjadi bacaaan yang sifatnya arus kecil. Ambil perbandingan dengan Kabupaten Kebumen, kini folklore tentang Joko Sangkrib seringkali hanya menjadi wacana pinggiran bagi sedikit warganya.
Kesemuanya sebenarnya merupakan “ladang emas” bagi kaum budayawannya termasuk sastrawan. Artinya kekayaan budaya yang melimpah ruah dalam seni pertunjukkan ataupun ingatan kolektif dan imajinatif itu memiliki kesanggupan untuk diolah dan dieksplorasi menjadi karya sastra kelas dunia.
Penulis ingat bahwa bahkan Nietzche dalam menuangkan gagasan filsafatnya tentang Will to Power berangkat dari sebuah mitologi dari bangsa Persia. Tokoh yang diangkat pun tak tanggung tanggung seorang arif bijak yang bernama Zaratustra. Jadilah novel itu betul – betul luar biasa karena masih dikaji walaupun diterbitkan seraus tahun lebih. Hal ini bsa jadi karena kemampuan pengarangnya mengangkat ingatan masa lampau dan mengawinkannya dengan gagasan filosofis yang genial.
Potensi Sastra Banyumasan
Namun tentu kesemua gambaran tadi hanya menyediakan bahan mentah saja. Pada akhirnya semua toh kembali pada hasrat, kemampuan dan kemauan untuk menciptakan jenis karya yang betul – betul menampilkan eross dan semangat hidup masyarakat Banyumas. Hanya saja dengan menguatnya semangat lokalitas dalam bersastra menurut saya hasilnya akan sangat estetik. Dalam bahasa antropologi, Banyumas memiliki nilai magik yang mampu menumbuhkan romantika antropologia. Keunikan bahasa, budaya dan pandangan hidup itulah yang membuat hal yang berwarna Banyumas akan menarik bagi orang luar.
Hanya saja memang kajian tentang Banyumas dalam eksplorasi budaya belum segempita di Yogya, Bali, ataupun Solo. Untuk itulah estetika budaya Banyumasan menurut hemat saya perlu dikaji lebih giat oleh kaum sastrawannya agar mampu duduk sama – sama populer dalam konteks khazanah budaya. Dalam pandangan saya tulisan – tulisan Ahmad Tohari bisa jadi semacam rintisan untuk membingkai kultur Banyumas di tataran internasional. Sehingga vitalitas, harmoni dan cablaka nya orang Banyumas bukan hanya sebagai kesahajaan dan keterbukaan masyarakatnya dalam ruang dekorasi komunikasi belaka tapi ke depan hadir dalam menginspirasi untuk memperkaya kebijakan kehidupan yang dituangkan dalam bentuk – bentuk yang lebih estetik. Semoga//
Sabit Banani, Bergiat di Nyalaterang Institute,
Menyelesaikan Kuliahnya di UNSOED Purwokerto
Dimuat di Kolom Esai Radar Banyumas : 13 – 04 -2010
*****
http://nyalaterang.wordpress.com/2010/04/30/banyumas-mitos-dan-lahan-basah-sastra/
Sabtu, 21 Agustus 2010
Asal Muasal Nama AJIBARANG (antara Legenda & Mitos)
Negeri Galuh Pakuan sedang dilanda cobaan berat. Musim kemarau yang berkepanjangan menimbulkan kesengsaraan rakyat. Wabah penyakit dan tindak kriminal meningkat. Sementara punggawa dan hulu balang belum mampu menghadapinya. Arya Munding Wilis yang menjadi Adipati kala itu memang sedang diuji. Belum selesai mengatasi kesulitan yang satu timbul masalah yang lain. dalam kesedihan menghadapi negeri yang sedang terancam itu, isterinya yang sedang hamil menginginkan daging kijang berwarna putih. demi cintanya kepada Sang Isteri, berangkatlah Sang Adipati Munding Wilis dengan Kuda Dawuk Ruyung kesayangannya. Hanya ditemani dua pengawalnya, berhari-hari Sang Adipati tak mengenal lelah dalam mencari buruannya itu. Namun sudah sampai sebulan belum juga nampak hasilnya.
Ketika mereka berburu kearah timur menyusuri Sungai Citandui sampailah Sang Adipati beserta dua pengawalnya di suatu grumbul. ternyata Adipati beserta dua pengawalnya itu sampai di sebuah perkampungan para brandal yang sering mengacau di seluruh kadipatennya. di Grumbul Gunung Mruyung tersebut sang adipati terpojok dan dirampok oleh dedengkot grumbul itu yaitu Abulawang. seluruh bawaan bahkan kuda sang Adipati dirampas dan sang dedengkot mengancam akan merampok dan menghancurkan kadipatennya. Adipati yang sedang kecewa karena tidak mendapat buruannya pulang dengan kesedihan yang lebi mendalam ke kadipatennya.
Peta Kecamatan Ajibarang
Sampainya di kadipaten, kesedihan sang Adipati terobati karena putera yang ditungu tungu sudah lahir kedunia. Semakin gembiralah ia setelah ditunjukkan adanya tanda hitam di lengan kiri bayi itu, yang konon merupakan "toh wisnu". Artinya bayi ini kelak akan menjadi seorang yang besar yang berbudi luhur dan bijaksana.
Ternyata kegembiraan di Kadipaten itu tak berlangsung lana. Pada malam keempat kelahiran sang jabang bayi. Perampok gerombolan dari gunung mruyung dedengkot abulawang bener bener datang dan menghancurkan Kadipaten. Prajurit dan pengawal tidak bisa melawan gerombolan tersebut. Semua barang dirampok dan Kadipaten dibakar.
Untunglah sang Adipati dan Gusti putri selamat. namun nasib bayi yang ditunggui oleh dua orang emban tidak demikian. bayi itu dibawa oleh salah seorang perampok ke Gunung Mruyung tempat markas mereka. Adipati dan gusti putri lemas, bahkan gusti putri pingsan.
Suatu Ketika, adipati Munding Wilis dan istrinya menyamar sebagai petani kecil, pergi meninggalkan Kadipaten. semula mereka bertekad ke gunung mruyung, tempat perkampungan para perampok pemberontak untuk mencari bayinya. Namun niatnya diurungkan karena terlalu bahaya, merekapun berjalan ke arah lain.
Bayi yang masih merah itu, sudah sampi di Gunung Mruyung. Bertahun tahun Bayi tersebut tumbuh menjadi pemuda gagah dan tampan, sifatnya baik berbeda dengan orang tua angkatnya yang perampok. pemuda itu dinamai Jaka Mruyung. Karena tidak senang dengan sikap dan tingkah laku orang tuanya makadia pergi meninggalkan Gunung Mruyung.
Jaka mRuyung pergi dengan Kuda Dawuk Ruyung,yang dimiliki orang tua angkatnya, kuda tersebut sebenarnya adalah kuda milik ayah kandungya adipati Wilis. Jaka Mruyung tiba disuatu kampung di kawasan "Dayeuhluhur" dan bertemu seorang kakek. Ternyata kakek tersebut bukan kakek sembarangan. Dia adalah Ki Meranggi, seorang bekas prajurit sakti Kerajaan Majapahit dan kini menjadi seorang MRanggi (pembuat rangka keris). Jaka mruyung mengabdi di rumah Ki Meranggi, dan selama pengabdiannya dia banyak mendapat pengalaman yaitu baca, tulis, membuat keris dan ilmu keprajuritan serta kedigdayaan. semua ilmu dikuasainya dalam empat tahun. Pada tahun ke enam, Jaka Mruyung seolah mendapat Ilham agar meneruskan perjalan ke Timur, dan disana dia menermukan pohon pakis aji dan kelak hutan pakis aji tersbut ditebangi dan dijadikan negeri. Jaka mruyung pun pamit dan berpesan pada Ki Meranggi agar pedukuhan ini sepeninggalnya kelak diberi nama Dukuh Penulisan karena ditempat inilah dia belajar menulis.
Setelah menempuh perjlanan jauh, sampailah dia di perbatasan Kadipaten Kuta negara. Ditempat itu iapun melepas lelahnya. Sambil memuji Kebesaran TUhan ia menyaksikan keindahan lam sekitarnya. Si Dawuk Ruyung, kudanya yang sudah tua itu makan rumput sekenya-kenyanya. Jaka mruyung memandang rumput hijau itu bagaikan permadani yang Gumelar (digelar dalam bahas Jawa). Tempat itu kemudian nantinya disebut DUkuh Gumelar. Di tempat ini dia bertemu dengan pemuda dari Dukuh Cilangkap. Dari pemuda ini dia akhirnya tahu letak Hutan Pakis Haji yang ada dalam ilhamnya. Stelah dia melakukan prjalanan dan singgah sejenak di Dukuh Cilangkap, dia terus memburu keluar, ke Hutan Pakis Aji. Hutan tersebut ternyata berada di Selatan Kuta negara dan sebelah timur Dukuh Cilangkap.
Kiyé tek 'scan' sumberé, saka buku sing judulé: BANYUMAS WISATA DAN BUDAYA, karya: M. KODERI, cetakan 1991).
Sementara itu, perjalanan Adipati Munding Wilis dan istrinya yang menyamar menjadi Ki Sandi tiba di DUkuh Penulisan, Daerah Daeyuhluhur . Kebetulan keduanya singgah pula di rumah Ki Meranggi. Mereka bertukar pengalaman. Langkah gembiranya kedua tamu mendengar cerita Ki Meranggi, merka yakin yang diceritakan Ki MEranggi itu ciri-ciri anaknya( dengan Toh WIsnu di Tanggannya). mereka semakin gembira karena Ki Meranggi juga mengatakan kemana arah peginya anak mereka Jaka Mruyung. Semenjak Pergi dari Negerinya Galuh Pakuan, Adipati Wilis dan Istrinya memang selalu bedoa agar bisa dipertemukan dengan anaknya. Dan Memang sudah digariskan mereka berdua pun sampai di Dukuh Cilangkap dan bertemu dengan orang tua Tlangkas ,pemuda yang pernah memberikan petunjuk kepada Jaka Mruyung.
Ki Sandi alias Adipati Wilis pun tambah gembira karena harapanya semakin dekat terkabul. Sedang Jaka Mruyung kini sudah sampai di kaki bukit sebelah barat Hutan Pakis Aji. di sebelah situ ia terus ke Selatan dan menyebarangi Kali yang airnya Racak-racak, kali itu kemudian dinamai Kali Racak. dipinggir bukit itu ia melihat pohon yang berbuah sangat banyak, lalu ia bertanya pada orang yang lewat, Apa nama buah itu pak??orang itu malah menjawab dengn basa sunda, "Ie mah Gondangamis" artinya ini buah gondang yang manis. Kelak tempat itu menjadi Desa Gondangamis.
Dari situ dia terus menyusuri pinggiran hutan ke timur. ternyata tempat yang disinggahinya banyak dihuni burung Jalak. tempat Itu nantinya diberi nama Pejalakan. lalu dia sampai dibelokan kali datar, dia menemukan sebuah kedung, diatasnya banyak burung serwiti, Kedung itu kemudia di beri Nama Kedung Serwiti. setelah mengelilingi Hutan Pakis aji, sampailah dia dipinggiran utara, ia melihat orang-orang sedang membuat tambak ikan. Jaka Mruyung segera meminta Bantuan orang-irang untuk bersam-sama membabat hutan Pakis Aji. Kelak Dusun itu menjadi Dusun Tambakan.
Di tengah hutan muncul Ular Raksasa, namun berhasil dibunuh oleh Jaka Mruyung dan orang-orangnya dan dibakar. namun akibatnya hutan Pakis aji menjadi terbakar, kebakaran begitu hebatnya sehingga membuat resah kadipaten Kutanegara. Jaka Mruyung sang biang keladi pun ditangkap dan dihukum disekitar Kadipaten. Pada Masa hukumannya itu ternyata Jaka Mruyung yang tampan, sopan, baik hati di sukai oleh putri kedua sang Adipati yaitu Putri Pandanayu. setelah beberapa lama,Jaka Mruyung pun dibebaskan.
Kemudian dia mengikuti sayembara di Kadipaten Kutanegara tersebut. Sayembara itu untuk mencari Senopati Utama yang baru. Jaka mruyung ikut sayembara, dengan kesaktiannya dia memenangkan banyak pertarungan dan pada akhirnya dia harus melawan musuh terkuat yaitu Duta dari Kadipaten Kutaliman, bernaman Ki Kentol. Perseteruan antara Jaka Mruyung dan Ki Kentol Yang berlarut larut, nantinya menjadi momok yaitu siapa saja Pejabat yang datang ke Kutaliman pasti akan lengser. Jaka Mruyung yang memenangkan sayembara dijadikan Senopati Utama dan dinikahkan dengan putri kedua Adipati yaitu Pandanayu.
Berita tersebut ahirnya sampai ke Tlangkas dan orang tuanya. dan kemudian sampai ke telinga tamu mereka Ki Sandi yang tak lain adalah Adipati Munding Wilis ayah Jaka MRuyung., Raja atau Adipati Besar dari Galuh Pakuan. Adipati lalu membuka jati dirinya. dan menemui Adipati Kutanegara. Betapa senangnya Adipati Kuta negara, ternyata calon mantunya adalah anak Adipati Besar dari Galuh Pakuan.
Haru dan Bahagia pun berkecamuk diantara mereka. Acara Pernikahan segera dilakukan, namun di saat berlangsung nya pernikahan terjadi kehebohan. Hal ini kaerna putri pertama Adipati Kutanegara yaitu Dewi Pandansari minggat, karena malu telah dilangkahi. DIa bertapa disebuah kali, dia bertapa merendam, yang tentu saja tubuhnya yang indah itu tidak ditutupi oleh apapun. Tidak Heran Banyak Lelaki berdatangan ingin melihat i. Putri lalu berkata pada biyung embannya agar disampaikan ke ayahnya, supaya Kali tersebut dinamai Kali Luwih laki, yang kemudian berubah menjadi Kali Wilaki. Dewi Pandansaru, maaf Pandansari itupun meninggal dikali, dan dikuburkan disawah. Kuburan itu terkenal dengan sebutan Kuburan Pandansari.
Bertahun tahun dari kejadian itu, Adipati Kutanegara, Adipati Nglangak itupun semakin lanjut usia. Jaka mruyung pun menggantikannya dan diangkat sebagai adipati Kuta negara. Namun Jaka Mruyung yang tinggal di Kadipaten Kutanegara itu tidak Kerasan di kadipaten Kutanegara. Dia Menginginkan pindah, lalu dia pun teringat ilham yang diperolehnya saat dia muda. Dia kemudian pindah ke Hutan yang telah ia Babat yaitu Hutan Pakis Aji. Hutan yang kini menjadi Ibukota Kadipaten Kutanegara itupun lalu disebut AJIBARANG dan Kadipaten tersebut disebut Kadipaten AJIBARANG.
*****
Versi Lain nama AJIBARANG
Perjalanan Dari Mataram
Diawali dari mangkatnya Raden Mas Rangsang yang bergelar Panembahan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman atau yang masyhur disebut dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma pada tahun 1645, tepat enam tahun setelah berhasil menaklukan Blambangan tahun 1939. Sultan Agung telah berhasil melakukan ekspansi ke deluruh daerah di Jawa dan Madura (kecuali Banten dan Batavia) dan beberapa daerah luar Pulau Jawa, seperti ; Palembang, Jambi dan Banjarmasin. Mangkatnya Sultan Agung membuat sang putra mahkota Pangeran Arum didaulat untuk memimpin Mataram, dengan gelar Sunan Amangkurat I. Sejak kepemimpinannya, wilayah Mataram berangsur-angsur menyempit karena aneksasi yang dilakukan oleh Belanda. Perpecahan tersebut disamping atas peran Belanda, juga akibat adanya kegusaran masyarakat atas ekspansi yang dilakukan oleh Mataram yang menjelang mangkatnya Sultan Agung. Pemberontakan-pemberontakan terhadap kekuasaan raja banyak dilakukan, antara lain dari ; keturunan Sunan Tembayat, keturunan Kadilangu, Wangsa Kajoran, keturunan Panembahan Rama dan Panembahan Giri.
Atas gencarnya aksi pemberontakan tersebut, mengakibatkan posisi Sunan Amangkurat I terpojok (yang dalam versi ini diindikasikan menjalin kerjasama dengan VOC - Verenidge Indische Oast Compagnie, sebuah organisasi monopoli perdagangan milik Belanda di Batavia) sehingga ia berinisiatif untuk menyelamatkan diri dan hendak meminta bala bantuan kepada Gubernur Jenderal De Cock.
Penamaan Ajibarang
Perjalanan Sunan Amangkurat I dikawal para prajurit keratin dengan mengambil route perjalanan Kedu-Banyumas-Tegal untuk kemudian singgah di Kadipaten Carbon atau Caruban atau Cirebon. Singkat cerita, sesampainya di suatu daerah barat Banyumas, Rombongan Gusti Sunan kehabisan perbekalan. Kemasygulannya bertambah setelah ia harus menerima kenyataan bahwa ia harus kehilangan puluhan prajuritnya yang ma ti akibat jarak tempuh perjalanan secara infanteri dengan medan yang berat dan sangat jauh.
Di daerah tersebut, abdi setia Sunan Amangkurat I, bernama Kyai Pancurawis yang juga bertindak sebagai sais kereta kencananya, kemudian berusaha menjual barang-barang bawaan yang masih tersisa demi untuk kemudian ditukar atau dibelikan kembali dengan bahan-bahan makanan pokok sebagai perbekalan untuk meneruskan perjalanan yang masih jauh. Usaha Kyai Pancurawis beserta para Ponggawanya ternyata berhasil. Baik barang yang memiliki nilai jual tinggi ataupun rendah semuanya terjual dan tertukar habis sehingga berhasil mendapatkan perbekalan yang dikehendaki.
Bukan main senangn ya hati Gusti Sunan melihat usaha abdi-abdinya. Sebagai wujud rasa syukurnya, ia menamakan daerah tersebut dengan AJIBARANG, yang berarti barang apapun yang dijual didaerah tersebut “ana ajine” atau ada harganya.
Ketika mereka berburu kearah timur menyusuri Sungai Citandui sampailah Sang Adipati beserta dua pengawalnya di suatu grumbul. ternyata Adipati beserta dua pengawalnya itu sampai di sebuah perkampungan para brandal yang sering mengacau di seluruh kadipatennya. di Grumbul Gunung Mruyung tersebut sang adipati terpojok dan dirampok oleh dedengkot grumbul itu yaitu Abulawang. seluruh bawaan bahkan kuda sang Adipati dirampas dan sang dedengkot mengancam akan merampok dan menghancurkan kadipatennya. Adipati yang sedang kecewa karena tidak mendapat buruannya pulang dengan kesedihan yang lebi mendalam ke kadipatennya.
Peta Kecamatan Ajibarang
Sampainya di kadipaten, kesedihan sang Adipati terobati karena putera yang ditungu tungu sudah lahir kedunia. Semakin gembiralah ia setelah ditunjukkan adanya tanda hitam di lengan kiri bayi itu, yang konon merupakan "toh wisnu". Artinya bayi ini kelak akan menjadi seorang yang besar yang berbudi luhur dan bijaksana.
Ternyata kegembiraan di Kadipaten itu tak berlangsung lana. Pada malam keempat kelahiran sang jabang bayi. Perampok gerombolan dari gunung mruyung dedengkot abulawang bener bener datang dan menghancurkan Kadipaten. Prajurit dan pengawal tidak bisa melawan gerombolan tersebut. Semua barang dirampok dan Kadipaten dibakar.
Untunglah sang Adipati dan Gusti putri selamat. namun nasib bayi yang ditunggui oleh dua orang emban tidak demikian. bayi itu dibawa oleh salah seorang perampok ke Gunung Mruyung tempat markas mereka. Adipati dan gusti putri lemas, bahkan gusti putri pingsan.
Suatu Ketika, adipati Munding Wilis dan istrinya menyamar sebagai petani kecil, pergi meninggalkan Kadipaten. semula mereka bertekad ke gunung mruyung, tempat perkampungan para perampok pemberontak untuk mencari bayinya. Namun niatnya diurungkan karena terlalu bahaya, merekapun berjalan ke arah lain.
Bayi yang masih merah itu, sudah sampi di Gunung Mruyung. Bertahun tahun Bayi tersebut tumbuh menjadi pemuda gagah dan tampan, sifatnya baik berbeda dengan orang tua angkatnya yang perampok. pemuda itu dinamai Jaka Mruyung. Karena tidak senang dengan sikap dan tingkah laku orang tuanya makadia pergi meninggalkan Gunung Mruyung.
Jaka mRuyung pergi dengan Kuda Dawuk Ruyung,yang dimiliki orang tua angkatnya, kuda tersebut sebenarnya adalah kuda milik ayah kandungya adipati Wilis. Jaka Mruyung tiba disuatu kampung di kawasan "Dayeuhluhur" dan bertemu seorang kakek. Ternyata kakek tersebut bukan kakek sembarangan. Dia adalah Ki Meranggi, seorang bekas prajurit sakti Kerajaan Majapahit dan kini menjadi seorang MRanggi (pembuat rangka keris). Jaka mruyung mengabdi di rumah Ki Meranggi, dan selama pengabdiannya dia banyak mendapat pengalaman yaitu baca, tulis, membuat keris dan ilmu keprajuritan serta kedigdayaan. semua ilmu dikuasainya dalam empat tahun. Pada tahun ke enam, Jaka Mruyung seolah mendapat Ilham agar meneruskan perjalan ke Timur, dan disana dia menermukan pohon pakis aji dan kelak hutan pakis aji tersbut ditebangi dan dijadikan negeri. Jaka mruyung pun pamit dan berpesan pada Ki Meranggi agar pedukuhan ini sepeninggalnya kelak diberi nama Dukuh Penulisan karena ditempat inilah dia belajar menulis.
Setelah menempuh perjlanan jauh, sampailah dia di perbatasan Kadipaten Kuta negara. Ditempat itu iapun melepas lelahnya. Sambil memuji Kebesaran TUhan ia menyaksikan keindahan lam sekitarnya. Si Dawuk Ruyung, kudanya yang sudah tua itu makan rumput sekenya-kenyanya. Jaka mruyung memandang rumput hijau itu bagaikan permadani yang Gumelar (digelar dalam bahas Jawa). Tempat itu kemudian nantinya disebut DUkuh Gumelar. Di tempat ini dia bertemu dengan pemuda dari Dukuh Cilangkap. Dari pemuda ini dia akhirnya tahu letak Hutan Pakis Haji yang ada dalam ilhamnya. Stelah dia melakukan prjalanan dan singgah sejenak di Dukuh Cilangkap, dia terus memburu keluar, ke Hutan Pakis Aji. Hutan tersebut ternyata berada di Selatan Kuta negara dan sebelah timur Dukuh Cilangkap.
Kiyé tek 'scan' sumberé, saka buku sing judulé: BANYUMAS WISATA DAN BUDAYA, karya: M. KODERI, cetakan 1991).
Sementara itu, perjalanan Adipati Munding Wilis dan istrinya yang menyamar menjadi Ki Sandi tiba di DUkuh Penulisan, Daerah Daeyuhluhur . Kebetulan keduanya singgah pula di rumah Ki Meranggi. Mereka bertukar pengalaman. Langkah gembiranya kedua tamu mendengar cerita Ki Meranggi, merka yakin yang diceritakan Ki MEranggi itu ciri-ciri anaknya( dengan Toh WIsnu di Tanggannya). mereka semakin gembira karena Ki Meranggi juga mengatakan kemana arah peginya anak mereka Jaka Mruyung. Semenjak Pergi dari Negerinya Galuh Pakuan, Adipati Wilis dan Istrinya memang selalu bedoa agar bisa dipertemukan dengan anaknya. Dan Memang sudah digariskan mereka berdua pun sampai di Dukuh Cilangkap dan bertemu dengan orang tua Tlangkas ,pemuda yang pernah memberikan petunjuk kepada Jaka Mruyung.
Ki Sandi alias Adipati Wilis pun tambah gembira karena harapanya semakin dekat terkabul. Sedang Jaka Mruyung kini sudah sampai di kaki bukit sebelah barat Hutan Pakis Aji. di sebelah situ ia terus ke Selatan dan menyebarangi Kali yang airnya Racak-racak, kali itu kemudian dinamai Kali Racak. dipinggir bukit itu ia melihat pohon yang berbuah sangat banyak, lalu ia bertanya pada orang yang lewat, Apa nama buah itu pak??orang itu malah menjawab dengn basa sunda, "Ie mah Gondangamis" artinya ini buah gondang yang manis. Kelak tempat itu menjadi Desa Gondangamis.
Dari situ dia terus menyusuri pinggiran hutan ke timur. ternyata tempat yang disinggahinya banyak dihuni burung Jalak. tempat Itu nantinya diberi nama Pejalakan. lalu dia sampai dibelokan kali datar, dia menemukan sebuah kedung, diatasnya banyak burung serwiti, Kedung itu kemudia di beri Nama Kedung Serwiti. setelah mengelilingi Hutan Pakis aji, sampailah dia dipinggiran utara, ia melihat orang-orang sedang membuat tambak ikan. Jaka Mruyung segera meminta Bantuan orang-irang untuk bersam-sama membabat hutan Pakis Aji. Kelak Dusun itu menjadi Dusun Tambakan.
Di tengah hutan muncul Ular Raksasa, namun berhasil dibunuh oleh Jaka Mruyung dan orang-orangnya dan dibakar. namun akibatnya hutan Pakis aji menjadi terbakar, kebakaran begitu hebatnya sehingga membuat resah kadipaten Kutanegara. Jaka Mruyung sang biang keladi pun ditangkap dan dihukum disekitar Kadipaten. Pada Masa hukumannya itu ternyata Jaka Mruyung yang tampan, sopan, baik hati di sukai oleh putri kedua sang Adipati yaitu Putri Pandanayu. setelah beberapa lama,Jaka Mruyung pun dibebaskan.
Kemudian dia mengikuti sayembara di Kadipaten Kutanegara tersebut. Sayembara itu untuk mencari Senopati Utama yang baru. Jaka mruyung ikut sayembara, dengan kesaktiannya dia memenangkan banyak pertarungan dan pada akhirnya dia harus melawan musuh terkuat yaitu Duta dari Kadipaten Kutaliman, bernaman Ki Kentol. Perseteruan antara Jaka Mruyung dan Ki Kentol Yang berlarut larut, nantinya menjadi momok yaitu siapa saja Pejabat yang datang ke Kutaliman pasti akan lengser. Jaka Mruyung yang memenangkan sayembara dijadikan Senopati Utama dan dinikahkan dengan putri kedua Adipati yaitu Pandanayu.
Berita tersebut ahirnya sampai ke Tlangkas dan orang tuanya. dan kemudian sampai ke telinga tamu mereka Ki Sandi yang tak lain adalah Adipati Munding Wilis ayah Jaka MRuyung., Raja atau Adipati Besar dari Galuh Pakuan. Adipati lalu membuka jati dirinya. dan menemui Adipati Kutanegara. Betapa senangnya Adipati Kuta negara, ternyata calon mantunya adalah anak Adipati Besar dari Galuh Pakuan.
Haru dan Bahagia pun berkecamuk diantara mereka. Acara Pernikahan segera dilakukan, namun di saat berlangsung nya pernikahan terjadi kehebohan. Hal ini kaerna putri pertama Adipati Kutanegara yaitu Dewi Pandansari minggat, karena malu telah dilangkahi. DIa bertapa disebuah kali, dia bertapa merendam, yang tentu saja tubuhnya yang indah itu tidak ditutupi oleh apapun. Tidak Heran Banyak Lelaki berdatangan ingin melihat i. Putri lalu berkata pada biyung embannya agar disampaikan ke ayahnya, supaya Kali tersebut dinamai Kali Luwih laki, yang kemudian berubah menjadi Kali Wilaki. Dewi Pandansaru, maaf Pandansari itupun meninggal dikali, dan dikuburkan disawah. Kuburan itu terkenal dengan sebutan Kuburan Pandansari.
Bertahun tahun dari kejadian itu, Adipati Kutanegara, Adipati Nglangak itupun semakin lanjut usia. Jaka mruyung pun menggantikannya dan diangkat sebagai adipati Kuta negara. Namun Jaka Mruyung yang tinggal di Kadipaten Kutanegara itu tidak Kerasan di kadipaten Kutanegara. Dia Menginginkan pindah, lalu dia pun teringat ilham yang diperolehnya saat dia muda. Dia kemudian pindah ke Hutan yang telah ia Babat yaitu Hutan Pakis Aji. Hutan yang kini menjadi Ibukota Kadipaten Kutanegara itupun lalu disebut AJIBARANG dan Kadipaten tersebut disebut Kadipaten AJIBARANG.
*****
Versi Lain nama AJIBARANG
Perjalanan Dari Mataram
Diawali dari mangkatnya Raden Mas Rangsang yang bergelar Panembahan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman atau yang masyhur disebut dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma pada tahun 1645, tepat enam tahun setelah berhasil menaklukan Blambangan tahun 1939. Sultan Agung telah berhasil melakukan ekspansi ke deluruh daerah di Jawa dan Madura (kecuali Banten dan Batavia) dan beberapa daerah luar Pulau Jawa, seperti ; Palembang, Jambi dan Banjarmasin. Mangkatnya Sultan Agung membuat sang putra mahkota Pangeran Arum didaulat untuk memimpin Mataram, dengan gelar Sunan Amangkurat I. Sejak kepemimpinannya, wilayah Mataram berangsur-angsur menyempit karena aneksasi yang dilakukan oleh Belanda. Perpecahan tersebut disamping atas peran Belanda, juga akibat adanya kegusaran masyarakat atas ekspansi yang dilakukan oleh Mataram yang menjelang mangkatnya Sultan Agung. Pemberontakan-pemberontakan terhadap kekuasaan raja banyak dilakukan, antara lain dari ; keturunan Sunan Tembayat, keturunan Kadilangu, Wangsa Kajoran, keturunan Panembahan Rama dan Panembahan Giri.
Atas gencarnya aksi pemberontakan tersebut, mengakibatkan posisi Sunan Amangkurat I terpojok (yang dalam versi ini diindikasikan menjalin kerjasama dengan VOC - Verenidge Indische Oast Compagnie, sebuah organisasi monopoli perdagangan milik Belanda di Batavia) sehingga ia berinisiatif untuk menyelamatkan diri dan hendak meminta bala bantuan kepada Gubernur Jenderal De Cock.
Penamaan Ajibarang
Perjalanan Sunan Amangkurat I dikawal para prajurit keratin dengan mengambil route perjalanan Kedu-Banyumas-Tegal untuk kemudian singgah di Kadipaten Carbon atau Caruban atau Cirebon. Singkat cerita, sesampainya di suatu daerah barat Banyumas, Rombongan Gusti Sunan kehabisan perbekalan. Kemasygulannya bertambah setelah ia harus menerima kenyataan bahwa ia harus kehilangan puluhan prajuritnya yang ma ti akibat jarak tempuh perjalanan secara infanteri dengan medan yang berat dan sangat jauh.
Di daerah tersebut, abdi setia Sunan Amangkurat I, bernama Kyai Pancurawis yang juga bertindak sebagai sais kereta kencananya, kemudian berusaha menjual barang-barang bawaan yang masih tersisa demi untuk kemudian ditukar atau dibelikan kembali dengan bahan-bahan makanan pokok sebagai perbekalan untuk meneruskan perjalanan yang masih jauh. Usaha Kyai Pancurawis beserta para Ponggawanya ternyata berhasil. Baik barang yang memiliki nilai jual tinggi ataupun rendah semuanya terjual dan tertukar habis sehingga berhasil mendapatkan perbekalan yang dikehendaki.
Bukan main senangn ya hati Gusti Sunan melihat usaha abdi-abdinya. Sebagai wujud rasa syukurnya, ia menamakan daerah tersebut dengan AJIBARANG, yang berarti barang apapun yang dijual didaerah tersebut “ana ajine” atau ada harganya.
Asal Muasal Jeneng Dalan RAGASEMANGSANG lan Dalan PEKIH
Nang kota Purwokerto, ana 2 (loro) jeneng dalan sing lumayan ngetop, (angger asli wong Purwokerto lan sekitaré mesti akéh ngertiné), yaiku Jalan RAGASEMANGSANG lan Jalan PEKIH.
Jalan Ragasemangsang anané nang sisih wétané Kantor Pemda Kabupaten Banyumas, persisé nang kono ana Makam (dudu Tugu lho...).
Lha angger Jalan Pekih anané nang sisih kuloné Kantor Pemda Kabupaten Banyumas, yaiku dalan sing angger mlebu ngulon ana bakul bakso lumayan ngetop, yaiku bakso pekih.
Kayakiyé critané lur...
Konon, (hehehee..kaya iya-iyaha...) warga penduduk nang daerah kéné pada urip tentrem loh jinawi kerto raharjo, merga anané pimpinan Kiai sing mumpuni lan ngayomi pisan meng wargané, yaiku seorang Kiai Pekih. Kiai Pekih dudu mung pemimpin sing arif lan bijaksana, ning uga pinter lan nduwéni kasektén sing ora sembarangan, mula kuwé beliau banget2 disegani lan diurmati nang wargané.
Sawijining dina, kewibawaan Kiai Pekih pikoléh ujian. Daerah sing mauné aman lan tentrem, ujug-ujug 'gégér' ora kaya dina-dina biasané. Prasasat méh saben mbengi gégéran merga molaih akéh maling sing pegawéyané colong-jukut ora nembung. Malingé ya dudu maling sembarangan, malingé sekti! nganti warga sekitar kewalahan ora tau bisa nyekel. Anané kedadén sing kayakuwé, Kiai Pekih sing sekti mandraguna ora njur meneng, akhiré kudu mduhun ngrampungna masalah.
Kiai Pekih wengi-wengi metu dhéwékan ngubengi kampung (gemiyén égin kampung). Maling sing terkenal sekti akhiré bisa kecekel Kiai Pekih nang simpangan dalan. Malingé nglawan, Kiai Pekih karo maling kuwé mau pada adu kasektén... suwé banget golé pada adu kasektén, pada2 ngetokna kasekténé dhéwék2... merga Kiai Pekih lewih sekti, tur nang dalan sing bener, Maling kuwé diajar ngasi kontal adoh lan mati kemangsang nang sawijining wit. Maling sing mati akhiré ragané dikubur nang ngisoré wit kuwé mau.
Kedadéyan mbengi kuwé ramé dadi omongan warga, sing dadi tambah percaya lan ngormati marang pimpinané. Saiki wargané wis bisa bungah, merga kampungé aman lan tentrem kaya mauné.
Dalan panggonan kedadéyan kuwé mau dijenengi Jalan RAGASEMANGSANG (Raga=Badan, Semangsang=Tersangkut diatas).
Kuburané maling dijenengi Makam Ragasemangsang.
Panggonané Kiai Pekih dijenengi Dukuh Pekih, lan dalan sing ngliwati panggonané Kiai Pekih dijenengi Jalan Pekih.
Kiyé tek 'scan' sumberé, saka buku sing judulé: BANYUMAS WISATA DAN BUDAYA, karya: M. KODERI, cetakan 1991) tapi tek édit nganggo basa Banyumasan lan menyesuaikan perkembangan saiki :)
Maturnuwun...
*****
Jalan Ragasemangsang anané nang sisih wétané Kantor Pemda Kabupaten Banyumas, persisé nang kono ana Makam (dudu Tugu lho...).
Lha angger Jalan Pekih anané nang sisih kuloné Kantor Pemda Kabupaten Banyumas, yaiku dalan sing angger mlebu ngulon ana bakul bakso lumayan ngetop, yaiku bakso pekih.
Kayakiyé critané lur...
Konon, (hehehee..kaya iya-iyaha...) warga penduduk nang daerah kéné pada urip tentrem loh jinawi kerto raharjo, merga anané pimpinan Kiai sing mumpuni lan ngayomi pisan meng wargané, yaiku seorang Kiai Pekih. Kiai Pekih dudu mung pemimpin sing arif lan bijaksana, ning uga pinter lan nduwéni kasektén sing ora sembarangan, mula kuwé beliau banget2 disegani lan diurmati nang wargané.
Sawijining dina, kewibawaan Kiai Pekih pikoléh ujian. Daerah sing mauné aman lan tentrem, ujug-ujug 'gégér' ora kaya dina-dina biasané. Prasasat méh saben mbengi gégéran merga molaih akéh maling sing pegawéyané colong-jukut ora nembung. Malingé ya dudu maling sembarangan, malingé sekti! nganti warga sekitar kewalahan ora tau bisa nyekel. Anané kedadén sing kayakuwé, Kiai Pekih sing sekti mandraguna ora njur meneng, akhiré kudu mduhun ngrampungna masalah.
Kiai Pekih wengi-wengi metu dhéwékan ngubengi kampung (gemiyén égin kampung). Maling sing terkenal sekti akhiré bisa kecekel Kiai Pekih nang simpangan dalan. Malingé nglawan, Kiai Pekih karo maling kuwé mau pada adu kasektén... suwé banget golé pada adu kasektén, pada2 ngetokna kasekténé dhéwék2... merga Kiai Pekih lewih sekti, tur nang dalan sing bener, Maling kuwé diajar ngasi kontal adoh lan mati kemangsang nang sawijining wit. Maling sing mati akhiré ragané dikubur nang ngisoré wit kuwé mau.
Kedadéyan mbengi kuwé ramé dadi omongan warga, sing dadi tambah percaya lan ngormati marang pimpinané. Saiki wargané wis bisa bungah, merga kampungé aman lan tentrem kaya mauné.
Dalan panggonan kedadéyan kuwé mau dijenengi Jalan RAGASEMANGSANG (Raga=Badan, Semangsang=Tersangkut diatas).
Kuburané maling dijenengi Makam Ragasemangsang.
Panggonané Kiai Pekih dijenengi Dukuh Pekih, lan dalan sing ngliwati panggonané Kiai Pekih dijenengi Jalan Pekih.
Kiyé tek 'scan' sumberé, saka buku sing judulé: BANYUMAS WISATA DAN BUDAYA, karya: M. KODERI, cetakan 1991) tapi tek édit nganggo basa Banyumasan lan menyesuaikan perkembangan saiki :)
Maturnuwun...
*****
Singkong Raksasa seberat 100kg ada di Kebasen - Banyumas
Singkong Gatot Kaca milik Tumarjo (65), warga Desa Kebasen, Kecamatan Kebasen, Banyumas Jawa Tengah, sungguh besar.
Satu tandan singkong seberat sekira 100 kilogram ini lain dari pada yg lain. Jika dibandingkan dengan singkong biasa, maka akan terlihat jika singkong Gatot Kaca ini besarnya lebih dari 50 kali lipat.
Panjang singkong ini juga bisa mencapai satu meter dengan ukuran lingkaran singkong mencapai lima puluh sentimeter. Karena besarnya, bahkan singkong ini juga bisa untuk duduk seorang bocah.
Singkong raksasa ini diperoleh Tumarjo dari kebun miliknya tak jauh dari rumahnya. Di kebun, Tumarjo saat ini menanam kurang lebih 20 pohon singkong Gatot Kaca.
Menurut Tumarjo, singkong ini merupakan percobaan stek gabungan dua jenis singkong yaitu singkong karet dan singkong biasa. Namun dia tidak menduga jika hasil stek singkongnya ini akan sangat besar.
Bahkan ia mengaku pernah memanen singkongnya dengan berat 150 kilogram dengan masa tanam satu tahun.
“Saya beberapa bulan lalu malahan sempat panen dengan berat mencapai satu setengah kuintal. Singkong ini sendiri hasil percobaan stek saya,” ujar Tumarjo, pemilik kebun singkong, Sabtu (22/5/2010).
Singkong ini bisa dimakan layaknya singkong pada umumnya. Bahkan, beberapa warga desa tetangga yg memakan singkong ini mengaku jika rasanya lebih enak dan empuk dari singkong biasanya. “Rasanya enak banget mas, mempur (empuk),” ujar Marjono, warga Buntu Banyumas ini.
Kepala Dinas Pertanian Banyumas Joko Wikanto mengatakan, singkong ini cepat besar karena tanah lokasi ditanamnya terbilang sangat subur. Selain itu, karena singkong tersebut tidak terlalu dalam berada di tanah, sehingga sinar matahari mudah masuk. Akibatnya, singkong mudah menjadi besar melebihi singkong biasa.
“Tanah yg subur dan sinar matahari yg mudah masuk kedalam tanah menjadi salah satu faktor besarnya singkong ini,” jelas Joko Wikanto.
Tumarjo mengaku tidak akan menjual singkong raksasa ini. Namun bagi warga sekitar yg ingin menikmati singkong ini dipersilahkan untuk langsung menggoreng di warung Tumarjo di Desa Kebasen, Kabupaten Banyumas.
*****
Sumber: http://www.speedytown.com/goodday/index.php/gambar-singkong-gatot-kaca-singkong-raksasa-100-kg-di-banyumas-jawa-tengah/
Satu tandan singkong seberat sekira 100 kilogram ini lain dari pada yg lain. Jika dibandingkan dengan singkong biasa, maka akan terlihat jika singkong Gatot Kaca ini besarnya lebih dari 50 kali lipat.
Panjang singkong ini juga bisa mencapai satu meter dengan ukuran lingkaran singkong mencapai lima puluh sentimeter. Karena besarnya, bahkan singkong ini juga bisa untuk duduk seorang bocah.
Singkong raksasa ini diperoleh Tumarjo dari kebun miliknya tak jauh dari rumahnya. Di kebun, Tumarjo saat ini menanam kurang lebih 20 pohon singkong Gatot Kaca.
Menurut Tumarjo, singkong ini merupakan percobaan stek gabungan dua jenis singkong yaitu singkong karet dan singkong biasa. Namun dia tidak menduga jika hasil stek singkongnya ini akan sangat besar.
Bahkan ia mengaku pernah memanen singkongnya dengan berat 150 kilogram dengan masa tanam satu tahun.
“Saya beberapa bulan lalu malahan sempat panen dengan berat mencapai satu setengah kuintal. Singkong ini sendiri hasil percobaan stek saya,” ujar Tumarjo, pemilik kebun singkong, Sabtu (22/5/2010).
Singkong ini bisa dimakan layaknya singkong pada umumnya. Bahkan, beberapa warga desa tetangga yg memakan singkong ini mengaku jika rasanya lebih enak dan empuk dari singkong biasanya. “Rasanya enak banget mas, mempur (empuk),” ujar Marjono, warga Buntu Banyumas ini.
Kepala Dinas Pertanian Banyumas Joko Wikanto mengatakan, singkong ini cepat besar karena tanah lokasi ditanamnya terbilang sangat subur. Selain itu, karena singkong tersebut tidak terlalu dalam berada di tanah, sehingga sinar matahari mudah masuk. Akibatnya, singkong mudah menjadi besar melebihi singkong biasa.
“Tanah yg subur dan sinar matahari yg mudah masuk kedalam tanah menjadi salah satu faktor besarnya singkong ini,” jelas Joko Wikanto.
Tumarjo mengaku tidak akan menjual singkong raksasa ini. Namun bagi warga sekitar yg ingin menikmati singkong ini dipersilahkan untuk langsung menggoreng di warung Tumarjo di Desa Kebasen, Kabupaten Banyumas.
*****
Sumber: http://www.speedytown.com/goodday/index.php/gambar-singkong-gatot-kaca-singkong-raksasa-100-kg-di-banyumas-jawa-tengah/
Melongok perajin batik tulis Banyumasan di Cilongok
CILONGOK boleh bangga tidak hanya karena dikenal sebagai pusat penghasil gula kelapa di Banyumas. Di bidang pelestarian seni batik tulis pun tak bisa dianggap sepele. Karena ada salah seorang warganya yang begitu loyal dan penuh pengabdian dalam upaya pelestarian seni batik tulis.
Melalui ketelatenan dan daya kreasi yang melekat dalam diri Hj Karinah (86) sehingga Cilongok memiliki aset langka dalam urusan pelestarian seni batik khususnya di wilayah Banyumas bagian Barat ini. Melalui kekayaan daya ciptanya, Hj Karinah merupakan sosok yang memiliki pengabdian tanpa pamrih dalam bereasi di bidang seni batik tulis.
Meski paling banter sebulan Hj Karinah baru dapat menyelesaikan sepotong kain batik, namun karyanya memiliki keunggulan dari bermacam sisi. Karena membatik sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup yang penuh dengan pengalaman. Baik pengalaman dari perhelatan antar zaman maupun pengetahuan yang diperolehnya melalui pendidikan formal sejak jaman penjajahan Belanda.
Hj KArinah tengah membatik (foto:ham/BNC)
“Saya mulai membatik sejak masih gadis cilik,” kata Hj Karinah kepada banyumasnews.com saat ditemui di kediamannya di Desa Bantuanten Kecamatan Cilongok, Sabtu (26/9).
Dituturkan nenek dari 28 cucu dan 8 buyut ini, sebelum tentara Jepang datang ke Indonesia, dirinya sudah belajar membatik. Pada tahun 1934 Karinah lulus Sekolah Rakyat (SR) tiga tahun kemudian melanjutkan ke Sekolah Kartini di Ajibarang dan lulus tahun 1936.
Salah satu jenis batik yang tengah digarap (foto:ham/BNC)
Ketika di sekolah Kartini itulah Karinah medapatkan bermacam pelajaran kerajinan tangan, seperti menjahit, menyulam, menenun hingga membatik. Para pengajarnya dari berbagai daerah seperti Cirebon, Jogjakarta, Cilacap sedangkan guru tenun berasal dari Bali.
Setamat sekolah Kartini, dia melanjutkan sekolah pertanian di Purworejo. Sebelum akhirnya dijemput oleh orangtuanya untuk menikah, Karinah sempat mengikuti kursus kebidanan.
Batik Tulis Banyumas
Selama masa penjajahan Jepang, Hj Karinah tidak membuat batik, karena ketika itu memang kondisi bangsa pada umumnya sedang dalam kondisi melarat. Kemudian mulai membatik secara serius, ketika Hj Karinah menetap di Desa Batuanten pada tahun 1942.
Saat itu, dirinya tergugah setelah menyaksikan kondisi masyarakat setempat yang pengetahuannya serba terbatas. Demikian juga dalam hal berpakaian. Perempuan pergi ke pasar dengan tanpa busana, kecuali hanya mengenakan kemben itu hal biasa. Kemudian melalui kegiatan semacam perkumpulan wanita Hj Karinah mencoba menularkan ilmunya di bidang membatik kepada ibu-ibu di desa tersebut.
Batik Tulis Banyumas
Namun, menurut Hj Karinah, banyak para ibu yang mengundurkan diri untuk belajar membatik. Alasannya terlalu telaten dan makan waktu lama. Maklum, masyarakat setempat terbiasa dengan pekerjaannya berupa mengolah gula kelapa yang dapat diolah dalam waktu cukup singkat, lalu bisa dijual dan dapat uang. Sedangkan membatik minimal sebulan baru dapat selembar kain jarit.
Batik Tulis Banyumas
Menurut istri dari H Nurdin Kamal Mustafa, bermacam batik baik itu batik Solo, batik Jogya maupun batik Banyumas, secara garis besar sama. Adapun yang membedakan dari ketiganya adalah Sogan-nya. Misalnya Sogan Solo warnanya kuning kecoklatan, sedangkan Sogan Jogjakarta dominan warna coklat sementara Sogan Banyumasan berwarna putih. Adapun motif batik itu sendiri jenisnya lebih dari seratus.
Proses membatik sendiri memerlukan ketekunan, ketelatenan, kehati-hatian, cermat, imajinatif dan memiliki daya tahan yang tinggi. Bagaimana tidak? Sebelum dibatik, mori yang akan diajdikan emdia batik itu sendiri harus diproses sedemikian rupa agar ketika dilukis melemnya tidak kalis. Begitu selama membatik itu ada beberapa tahapan. Setiap tahapan membutuhkan waktu tersendiri yang cukup lama.
Batik Tulis Banyumas
Dari mori yang sudah siap dibatik, terlebih dulu digarisi, baik garis miring atau garis lurus sesuai dengan corak yang dikehendaki. Tahapan awal dilanjutkan dengan Diwedel, lalu dibatik lagi kemudian Dibironi, dibatik lagi baru Disoga.
Bermacam corak batik hasil karya Hj Karinah seperti batik Kembang Asem, batik Parang Kesuma, batik Parang Lunglungan, batik Kawung, dan masih banyak lagi.
Batik Tulis Banyumas
Selain sering mengikuti pameran baik di Desa, Kecamatan dan tempat lain, batik tulis asli karya Hj Karinah juga pernah dipesan oleh warga Australia. Selain pernah mendapatkan bantuan seperangkat alat membatik seperti canting dengan bermacam fungsi juga bahan baku seperti malam dan kain mori dari Disperindagkop Kabupaten Banyumas.
Sedangkan upaya pelestarian seni batik bagi para generasi penerus yang telah dilakukan seperti melalui kegiatan kursus mebatik bagi Ibu PKK Kecamatan Cilongok, PKK Desa Batuanten, maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler di sejumlah sekolah formal sepertidi SMP Muhammadiyah Cilongok di bawah asuhan Ibu Endang Yuwana, di SMP Terbuka, serta melalui kelompok kegiatan ibu-ibu lainnya.
Batik Tulis Banyumas
Dengan demikian, ketika batik Banyumas menjadi bagian dari eksistensi keberagaman batik Indonesia, maka kinerja dan pengabdian Hj Karinah di bidang pelestarian batik, perannya tidak bsia diabaikan begitu saja.(Hamidin Krazan)
Anda berminat? silakan kunjungi => http://www.infobisnispurwokerto.com/tag/batik-tulis/
Atau silakan hubungi: Bpk. Wisnu Pram 0281 577 9329 / 0818 0845 8583)
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/09/29/melongok-perajin-batik-tulis-banyumasan-di-cilongok/
Melalui ketelatenan dan daya kreasi yang melekat dalam diri Hj Karinah (86) sehingga Cilongok memiliki aset langka dalam urusan pelestarian seni batik khususnya di wilayah Banyumas bagian Barat ini. Melalui kekayaan daya ciptanya, Hj Karinah merupakan sosok yang memiliki pengabdian tanpa pamrih dalam bereasi di bidang seni batik tulis.
Meski paling banter sebulan Hj Karinah baru dapat menyelesaikan sepotong kain batik, namun karyanya memiliki keunggulan dari bermacam sisi. Karena membatik sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup yang penuh dengan pengalaman. Baik pengalaman dari perhelatan antar zaman maupun pengetahuan yang diperolehnya melalui pendidikan formal sejak jaman penjajahan Belanda.
Hj KArinah tengah membatik (foto:ham/BNC)
“Saya mulai membatik sejak masih gadis cilik,” kata Hj Karinah kepada banyumasnews.com saat ditemui di kediamannya di Desa Bantuanten Kecamatan Cilongok, Sabtu (26/9).
Dituturkan nenek dari 28 cucu dan 8 buyut ini, sebelum tentara Jepang datang ke Indonesia, dirinya sudah belajar membatik. Pada tahun 1934 Karinah lulus Sekolah Rakyat (SR) tiga tahun kemudian melanjutkan ke Sekolah Kartini di Ajibarang dan lulus tahun 1936.
Salah satu jenis batik yang tengah digarap (foto:ham/BNC)
Ketika di sekolah Kartini itulah Karinah medapatkan bermacam pelajaran kerajinan tangan, seperti menjahit, menyulam, menenun hingga membatik. Para pengajarnya dari berbagai daerah seperti Cirebon, Jogjakarta, Cilacap sedangkan guru tenun berasal dari Bali.
Setamat sekolah Kartini, dia melanjutkan sekolah pertanian di Purworejo. Sebelum akhirnya dijemput oleh orangtuanya untuk menikah, Karinah sempat mengikuti kursus kebidanan.
Batik Tulis Banyumas
Selama masa penjajahan Jepang, Hj Karinah tidak membuat batik, karena ketika itu memang kondisi bangsa pada umumnya sedang dalam kondisi melarat. Kemudian mulai membatik secara serius, ketika Hj Karinah menetap di Desa Batuanten pada tahun 1942.
Saat itu, dirinya tergugah setelah menyaksikan kondisi masyarakat setempat yang pengetahuannya serba terbatas. Demikian juga dalam hal berpakaian. Perempuan pergi ke pasar dengan tanpa busana, kecuali hanya mengenakan kemben itu hal biasa. Kemudian melalui kegiatan semacam perkumpulan wanita Hj Karinah mencoba menularkan ilmunya di bidang membatik kepada ibu-ibu di desa tersebut.
Batik Tulis Banyumas
Namun, menurut Hj Karinah, banyak para ibu yang mengundurkan diri untuk belajar membatik. Alasannya terlalu telaten dan makan waktu lama. Maklum, masyarakat setempat terbiasa dengan pekerjaannya berupa mengolah gula kelapa yang dapat diolah dalam waktu cukup singkat, lalu bisa dijual dan dapat uang. Sedangkan membatik minimal sebulan baru dapat selembar kain jarit.
Batik Tulis Banyumas
Menurut istri dari H Nurdin Kamal Mustafa, bermacam batik baik itu batik Solo, batik Jogya maupun batik Banyumas, secara garis besar sama. Adapun yang membedakan dari ketiganya adalah Sogan-nya. Misalnya Sogan Solo warnanya kuning kecoklatan, sedangkan Sogan Jogjakarta dominan warna coklat sementara Sogan Banyumasan berwarna putih. Adapun motif batik itu sendiri jenisnya lebih dari seratus.
Proses membatik sendiri memerlukan ketekunan, ketelatenan, kehati-hatian, cermat, imajinatif dan memiliki daya tahan yang tinggi. Bagaimana tidak? Sebelum dibatik, mori yang akan diajdikan emdia batik itu sendiri harus diproses sedemikian rupa agar ketika dilukis melemnya tidak kalis. Begitu selama membatik itu ada beberapa tahapan. Setiap tahapan membutuhkan waktu tersendiri yang cukup lama.
Batik Tulis Banyumas
Dari mori yang sudah siap dibatik, terlebih dulu digarisi, baik garis miring atau garis lurus sesuai dengan corak yang dikehendaki. Tahapan awal dilanjutkan dengan Diwedel, lalu dibatik lagi kemudian Dibironi, dibatik lagi baru Disoga.
Bermacam corak batik hasil karya Hj Karinah seperti batik Kembang Asem, batik Parang Kesuma, batik Parang Lunglungan, batik Kawung, dan masih banyak lagi.
Batik Tulis Banyumas
Selain sering mengikuti pameran baik di Desa, Kecamatan dan tempat lain, batik tulis asli karya Hj Karinah juga pernah dipesan oleh warga Australia. Selain pernah mendapatkan bantuan seperangkat alat membatik seperti canting dengan bermacam fungsi juga bahan baku seperti malam dan kain mori dari Disperindagkop Kabupaten Banyumas.
Sedangkan upaya pelestarian seni batik bagi para generasi penerus yang telah dilakukan seperti melalui kegiatan kursus mebatik bagi Ibu PKK Kecamatan Cilongok, PKK Desa Batuanten, maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler di sejumlah sekolah formal sepertidi SMP Muhammadiyah Cilongok di bawah asuhan Ibu Endang Yuwana, di SMP Terbuka, serta melalui kelompok kegiatan ibu-ibu lainnya.
Batik Tulis Banyumas
Dengan demikian, ketika batik Banyumas menjadi bagian dari eksistensi keberagaman batik Indonesia, maka kinerja dan pengabdian Hj Karinah di bidang pelestarian batik, perannya tidak bsia diabaikan begitu saja.(Hamidin Krazan)
Anda berminat? silakan kunjungi => http://www.infobisnispurwokerto.com/tag/batik-tulis/
Atau silakan hubungi: Bpk. Wisnu Pram 0281 577 9329 / 0818 0845 8583)
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/09/29/melongok-perajin-batik-tulis-banyumasan-di-cilongok/
Spooky Brother, komunitas anak muda penyayang ular Purwokerto
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Banyak orang trauma dengan ular. Mendengar namanya saja langsung bereaksi ‘ih.. jijik’. Jangankan ular betulan, dengan ular mainan dari karet saja takut, sampai menjerit-jerit bila mainan ular-ularan ini dilempar ke orang yang trauma dengan salah satu reptile ini. Beberapa jenis ular memang berbisa, dan tentu berbahaya. Sehingga wajar kalau ada orang yang trauma.
akrab dengan piaraan…
Tapi ada sekelompok anak muda, umumnya mahasiswa, yang menjadikan ular sebagai ‘teman’. Mereka biasa memegangi dan membiarkan ular menggelayut dan melilit di tubuhnya. Tidak ada rasa takut, geli, jijik dan jenis ketakutan lainnya pada binatang bertubuh memanjang ini.
tak takut dililit ular…
Reptil ular menjadi peliharaan mereka. Dan mereka sering berkumpul bersama, untuk sharing tentang bagaimana memperlakukan ular yang baik. Saat kumpul tentu saja tidak lupa dengan ular piaraan mereka. Kadang di depan patung Jenderal Soedirman, kadang di GOR Satria, seperti pada Minggu 22 November 2009, bertepatan dengan pameran Banyumas Expo.
Tak pelak, keakraban anak-anak muda penyayang ular ini menjadi tontonan tersendiri. Apa mereka sengaja ikut pameran? “Gak mas, kita sekedar kumpul-kumpul saja, kebetulan aja ini ada pameran”, kata Aditya salah satu pegiat komunitas penyayang ular Purwokerto ini.
tak takut dililit ular…
Mereka pun membentangkan spanduk bertuliskan “Spooky Brother” – Snake Purwokerto Community, saat kumpul atau kongkow. Jumlahnya sekitar 40-an orang. Mereka bertukar pikiran, tentang cara penanganan ular yang stress misalnya (lho, ular bisa stress juga ya…), penangkaran yang baik, dan segala macam mengenai ‘nuansa ular’.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Ke depan, menurut Aditya lagi, komunitas ini ingin mensosialisasikan kepada khalayak, tentang ‘apa dan bagaimana’ sih binatang ular yang sebenarnya. Bagaimana ‘mengantisipasi’ kalau kita berhadapan dengan ular. “Kalau kita tahu caranya, ‘kan tidak harus dengan membunuhnya, kalau kita ‘bertemu’ dan takut dengan ular”, lanjut Aditya antusias.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Lebih jauh, komunitas ini arahnya adalah sosialisasi pentingnya konservasi binatang ini, yang untuk berbagai jenis mulai langka. Apalagi kini banyak ular diburu untuk diambil daging dan kulitnya.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Hobby memelihara dan menyayangi ular terbilang hobby yang langka. Terlebih kalau tujuannya adalah untuk pelestarian reptile ini.
Salut untuk anak-anak muda Snake Purwokerto Community!
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/komunitas-banyumasan/spooky-brother-komunitas-anak-muda-penyayang-ular-purwokerto/
Banyak orang trauma dengan ular. Mendengar namanya saja langsung bereaksi ‘ih.. jijik’. Jangankan ular betulan, dengan ular mainan dari karet saja takut, sampai menjerit-jerit bila mainan ular-ularan ini dilempar ke orang yang trauma dengan salah satu reptile ini. Beberapa jenis ular memang berbisa, dan tentu berbahaya. Sehingga wajar kalau ada orang yang trauma.
akrab dengan piaraan…
Tapi ada sekelompok anak muda, umumnya mahasiswa, yang menjadikan ular sebagai ‘teman’. Mereka biasa memegangi dan membiarkan ular menggelayut dan melilit di tubuhnya. Tidak ada rasa takut, geli, jijik dan jenis ketakutan lainnya pada binatang bertubuh memanjang ini.
tak takut dililit ular…
Reptil ular menjadi peliharaan mereka. Dan mereka sering berkumpul bersama, untuk sharing tentang bagaimana memperlakukan ular yang baik. Saat kumpul tentu saja tidak lupa dengan ular piaraan mereka. Kadang di depan patung Jenderal Soedirman, kadang di GOR Satria, seperti pada Minggu 22 November 2009, bertepatan dengan pameran Banyumas Expo.
Tak pelak, keakraban anak-anak muda penyayang ular ini menjadi tontonan tersendiri. Apa mereka sengaja ikut pameran? “Gak mas, kita sekedar kumpul-kumpul saja, kebetulan aja ini ada pameran”, kata Aditya salah satu pegiat komunitas penyayang ular Purwokerto ini.
tak takut dililit ular…
Mereka pun membentangkan spanduk bertuliskan “Spooky Brother” – Snake Purwokerto Community, saat kumpul atau kongkow. Jumlahnya sekitar 40-an orang. Mereka bertukar pikiran, tentang cara penanganan ular yang stress misalnya (lho, ular bisa stress juga ya…), penangkaran yang baik, dan segala macam mengenai ‘nuansa ular’.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Ke depan, menurut Aditya lagi, komunitas ini ingin mensosialisasikan kepada khalayak, tentang ‘apa dan bagaimana’ sih binatang ular yang sebenarnya. Bagaimana ‘mengantisipasi’ kalau kita berhadapan dengan ular. “Kalau kita tahu caranya, ‘kan tidak harus dengan membunuhnya, kalau kita ‘bertemu’ dan takut dengan ular”, lanjut Aditya antusias.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Lebih jauh, komunitas ini arahnya adalah sosialisasi pentingnya konservasi binatang ini, yang untuk berbagai jenis mulai langka. Apalagi kini banyak ular diburu untuk diambil daging dan kulitnya.
Snake Purwokerto Community kumpul di GOR Satria
Hobby memelihara dan menyayangi ular terbilang hobby yang langka. Terlebih kalau tujuannya adalah untuk pelestarian reptile ini.
Salut untuk anak-anak muda Snake Purwokerto Community!
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/komunitas-banyumasan/spooky-brother-komunitas-anak-muda-penyayang-ular-purwokerto/
Sabtu, 14 Agustus 2010
Bupati Pilihané Rakyat (kolom Ngapak)
Dening: Djoko Triwinarso, SE
Meh kabeh masyarakat Kabupaten Purbalingga wis pada ngerti angger tanggal 18 April 2010 dinane Minggu Manis arep ana pilihan Bupati utawane Ndara Kanjeng masa kerja tahun 2010 – 2015.
Sing dadi pitakonan ya kuwe apa masyarakat wis pada ngerti carane milih Pemimpin sing kira- kira bisa nggawa Purbalingga lewih maju maning tinimbang siki. Sebab Kabupaten Purbalingga masa tahun 2005 – 2010 sing dipimpin secara Dwi tunggal Drs. Triyono Budi Sasongko, Msi lan Drs. Heru Sujatmoko Msi bener –bener Purbalingga wis dideleng lan diakoni kemajuane nang Kabupaten tangga , regional lan Nasional. Akeh penghargaan sing tingkate Jawa Tengah Nasional lan malah internasional ( Investor asinge ).
Penulis ora arep melu sosialisasi Pilkada, sebab kuwe wis ana bagiane dewek, sebab penulis ngrumangsani angger wis ora mangsane ngomong kaya kuwe, nanging mung arep urun rembug priwe carane milih Bupati sing dadi pilihane rakyat. Sebab angger dideleng nang daerah tangga, ujare inyong Bupati esih anyar tur pilihan rakyat pisan, tapi kenang apa isine mung di kuya-kuya, karo didemo kon mudun.
Angger dipikir pancen mbingungi, sing salah Bupatine , tokohe masyarakat sing pada srekal apa masyarakate pancen wis kenang penyakit pokoke.
Nanging seurunge ngrembug kuwe, ora ana salahe mayu pada njajal mbayangaken maring jaman kuna, sejarah wis nyatet pirang pirang wong dadi pemimpin sing tahu kecatet nang sejarah lan kepriwe akhir critane.
1. Sejarah Indonesia wis nyatet ana Pemimpin sing mung ngendelaken otot utawane kedigdayaan, ya kuwe Ken Arok. Rajane Tunggul Ametung dipateni, bojone direbut, sing akhire terus ninggali dendam kesumat, paten pinaten nganti tekan turun pitu.
2. Pemimpin sing ngendelaken dunyane pirang- pirang, yakuwe Qorun. Sing kunci gudange bae digawa karo keledai 7 esih kaboten.
Rumangsane dunyane pirang- pirang mulane maring sapa bae ora gelem manut. Malah maring Nabi utawane Rosul utusane Gusti Allah bae ora manut. Mulane akhir critane Qorun se anak buahe diancuraken dening Gusti Allah swt.
3. Ana maning nang crita pewayangan sing nggo gambaran, ya kuwe Raja Duryudana sekang Ngastinapura, dadi pemimpin sebab nglomboni sedulure dewek. Basan Kerajaane dijaluk bali nang Pandawa Lima, akhire malah perang gede sing dijenengi Baratayuda, tiji ti beh ( mati siji mati kabeh )
Dadi intine milih Raja utawane pemimpin sing bakale dadi priyagung sing arep gawe aturan lan pranatan sing tujuane mensejahterakan rakyat kuwe pancen angel. Apa maning wis nang jamane demokrasi kaya siki. Kabeh wong bisa ngomong, kabeh wong bisa janji, sebab wong ngomong siki pancen bebas.
Nanging paling ora ya ana Pemimpin sing berhasil sing dadi anutan utawane conto. Padane nang Purbalingga ya kaya kepemimpinane Pak Triono ( mboten ngalem Pak, wong mpun pensiun masa arep diundakena eselon ), tingkat Nasional ya Pak Harto sing bisa nggawa masyarakat aman tentrem guyub rukun sejahtera ( ingkang sanes mboten usah protes, nyatane bisa 32 tahun mbok bukti hebat ! ), terus ana maning Pemimpin sing tingkate ora tanggung- tanggung ya kuwe Dunia sisan ora , sapa kira – kira ? ora nana liya ya kuwe Kepemimpinan Nabi Muhamad SAW. Jajal bayangaken, mung nang wektu kurang lewih 23 tahun bisa ngrubah masyarakat jahiliah ( masyarakat bodo ) dadi masyarakat sing MADANI ( sejahtera berdasarkan ahlak mulia ).
Apa kira- kira kuncine ? (mangga yth calon- calon Bupati sami nyonto, supayane mangke masyarakate dadose milih)
1. Syarate ya kudu Sidiq ( jujur ) ,
Pokoke jaman siki apa jaman kapan bae angger dadi pemimpin ora jujur, paling ya mung tahan pirang wulan ( akeh contone , nembe pirang wulan didemo, dihujat lan kon mudun mangkane wragade pirang-pirang )
2. Amanah ( bisa dipercaya )
Supayane bisa dipercaya mestine ya kudu dikenal nang masyarakat, bisane dikenal masyarakat ya sebab sering silahturahmi ( ora mung arep nyalon tok kenal karo wong ) kiye uga akeh contone jamane pilihan legislatif calon ramah kabeh, sing ora tahu ngguyu dadi sering ngguyu, sing ora tau ngendong dadi sering ngendong, tapi basa dadi kelalen karo inyong ( maaf nggih, niku teng negari astina )
3. Tabligh ( dakwah )
Artine sering ngajak masyarakat maring babagan kebagusan, lan prentah supayane masyarakat aja pada nglakoni larangane agama. Tapine ya kudu nyontoni disit, prentah kon aja pada mabuk, malah deweke senenge mabuk- mabukan. Prentah kon pada sholat pada ngaji, deweke malah ora tahu ngaji.
4. Fatonah ( pinter )
Kepinteran dadi kunci keberhasilan wong sing dadi pemimpin, utawane sapa bae sing kepengin berhasil nguasani ketrampilan. Buktine ayat sing temurun sepisanan ya kuwe Iqro (wacanen, sinaua siro kabeh, lan amati alam sekubenge)
Dadi intine dadi pemimpin pancen kudu tanggap ing sasmito marang kabeh sing nang sekubenge.
Banjur Purbalingga kepriwe, sing sedela maning arep pada milih pemimpin sing kaya ngapa ? Angger nuduhena calon inyong ora wani mbok disemprit Panwaslu.
Nanging angger masyarakat pengin Purbalingga maju lan terus maju, lan apa sing dadi dadi programe Pak Tri diterusena ya mangga dadi pemilih ya pemilih sing cerdas. (nang nduwur wis ana conto sifat-sifat pemimpin sing bisa nguasani dunia)
Dumateng calon Pemimpin ingkang bade majeng nyuwun sewu penulis namung nyuplik dasare sejarah lan Agama. Milo monggo sami ngyakinaken masyarakat, supados panjenengan pikantuk kapitadosan masyarakat lan dados Pemimpin teng Purbalingga dadi Raja sing adil lan wujudaken kemakmuran masyarakat Purbalingga .Amien. ***
Djoko Triwinarso, SE, Mantan Kabag Humas Setda, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/03/15/bupati-pilihane-rakyat-kolom-ngapak/
Regané Démokrasi
Dening: Bpk. Djoko Triwinarso, SE
Kabeh priyayi sing gawene mirasi berita TV utawane maca koran, kayane esih pada kelingan peristiwa nang lapangan Tian Nan Men RRC, gara- gara kepengin ngedegena demokrasi, korbane pemuda sing mati ora etungan.
Terus ana maning, Negara Irak dipaksa nang Negara Gede jere kon demokrasi, sing maune Negarane makmur, ayem tentrem, njur dadi Negara sing ancur lebur, nganti seprene malah dadi negara sing ora genah.
Ana maning nang negarane dewek, nalikane pemimpine ora kepilih dari Presiden, pengikute ngamuk, gedung- gedung pemerintah pada dibakar, kerugiane pira mbuh ora etungan.
Sing tingkate kabupten, nang salah sijine kabupaten nang Jawa Timur, ana calon Bupati sing ora kepilih njur dadi stress, sebabe jere apa- apane wis didol, utange esih pirang- pirang.
Kabeh mau conto sing nang ngarep kuwe sebab mung pada kepengin ngedegena ” Demokrasi ” sing mangsude kekuasaan nang tangane rakyat.
Angger dietung karo banda dunya, wis genah mesti korban nyawa ora bakal bisa dietung karo banda, utawane duwit. Njur sing dadi pitakonan ya kuwe jan-jane rega Demokrasi kuwe pira ?
Tapine kabeh ya ora kaya kuwe, ora kabeh demokrasi kudu ngetokena duwit sing akeh, sebab penulis duwe pengalaman sing bener kedadean, ya kuwe nang Desa Danasari Kecamatan Karangreja mbiyen ( sike melu Kecamatan Karangjambu). Sing dadi Lurah kuwe nyuwun sewune statuse penjaga Sekolah Dasar, umahe cilik. Kepilih masyarakat dudu se babe pada diwei duwit, tapi masyarakat pada ngerti angger wong mau senajan ora duwe tapi jujur, sregep silahturahmi, seneng mbantu wong liya karo ya pikirane madan lumayan manut ukurane masyarakat Desa.
Dadi kesimpulane jan-jane Regane Demokrasi kuwe diarani larang ya larang, diarani murah ya murah. Kuwe mau kabeh gumantung sapa sing kira- kira arep dijokena dadi pemimpin.
Angger sing kepengin dadi pemimpin kuwe wong sing carane ambisi banget biasane wong mau nganggo ” Aji Pokoke kudu dadi ” . Pokoke mbuh kepriwe ya kudu dadi. Lha kiye biasane di dadekena kesempatan nang wong- wong sing duwe maksud ora iklas ndukung sebab seneng maring kualitase tapi pamrihe mbok jere sapa bisa diarah duwite, dadine rega demokrasi larang.
Siki jajal dibandingena karo calon sing kaya tek contokena, ya calon sing pancen disenengi masyarakat, calon sing pancen seneng tulung ora angger ana pilihan tok, calon sing seneng silahturahmi, insya allah regane demokrasi ya murah.
Tapine kabeh – kabeh mau pancen mbutuhena wektu karo pengalaman sing ora sedela. Contone Presiden Suharto ujarku ya dipilih nang DPR ( mbiyen sing makili rakyat ) mimpin Indonesia kurang lewih 30 tahun, masyarakat pada ngrasakena kepenak, apa- apa jere murah, aman pegawean nggo masyarakat gampang.
Bareng ana sing kepengin dadi pemimpin bisa ngojok- ngojoki mahasiswa supayane milih pemimpin sing dipilih nang masyarakat, njur Pak Harto leren, apa Presiden sing dipilih masyarakat lewih apik ?
Tapine kabeh mau barang wis kebanjur Demokrasi pancen kudu mlaku, mung sing kudu dipikirena ya kuwe mbutuhena calon calon pemimpin sing bener- bener lahir batin, ” Siap menang tapi sisan gawe uga siap kalah ”. Dadine undur- undurane tetep masyarakate akur, aman dan ora pada wadan- wadanan. Utawane sing menang ya aja umuk, sing urung menang kudu legawa ngakoni kekalahane.
Angger ulih melu udu rembug, penulis kelingan pesene wong tuwa nang ndesa angger tes ana pilihan Lurah. ” Ya priwe- priwe picek dengkol ya kudu dikukup diraup”. Mangsude, sing kepilih karo botoh –botohe wis ora perlu mbedak – mbedakena kae mbiyen dudu pendukunge, lan liya- liyane.
Muga- muga Purbalingga sing seprana seprene pilihan Bupati, pilihan Presiden, pilihan Gubernur pilihan Legislatif aman, ya muga- muga pilihan Bupati karo Wakil Bupati periode 2010-2015 sing nembe kelakon ya muga-muga pinaringan berkahing Gusti Allah swt. Pinaringan aman lancar lan apa sing dadi programe bener- bener bisa dirasakena nang masyarakat kabeh. Amin.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/05/28/regane-demokrasi/
Kabeh priyayi sing gawene mirasi berita TV utawane maca koran, kayane esih pada kelingan peristiwa nang lapangan Tian Nan Men RRC, gara- gara kepengin ngedegena demokrasi, korbane pemuda sing mati ora etungan.
Terus ana maning, Negara Irak dipaksa nang Negara Gede jere kon demokrasi, sing maune Negarane makmur, ayem tentrem, njur dadi Negara sing ancur lebur, nganti seprene malah dadi negara sing ora genah.
Ana maning nang negarane dewek, nalikane pemimpine ora kepilih dari Presiden, pengikute ngamuk, gedung- gedung pemerintah pada dibakar, kerugiane pira mbuh ora etungan.
Sing tingkate kabupten, nang salah sijine kabupaten nang Jawa Timur, ana calon Bupati sing ora kepilih njur dadi stress, sebabe jere apa- apane wis didol, utange esih pirang- pirang.
Kabeh mau conto sing nang ngarep kuwe sebab mung pada kepengin ngedegena ” Demokrasi ” sing mangsude kekuasaan nang tangane rakyat.
Angger dietung karo banda dunya, wis genah mesti korban nyawa ora bakal bisa dietung karo banda, utawane duwit. Njur sing dadi pitakonan ya kuwe jan-jane rega Demokrasi kuwe pira ?
Tapine kabeh ya ora kaya kuwe, ora kabeh demokrasi kudu ngetokena duwit sing akeh, sebab penulis duwe pengalaman sing bener kedadean, ya kuwe nang Desa Danasari Kecamatan Karangreja mbiyen ( sike melu Kecamatan Karangjambu). Sing dadi Lurah kuwe nyuwun sewune statuse penjaga Sekolah Dasar, umahe cilik. Kepilih masyarakat dudu se babe pada diwei duwit, tapi masyarakat pada ngerti angger wong mau senajan ora duwe tapi jujur, sregep silahturahmi, seneng mbantu wong liya karo ya pikirane madan lumayan manut ukurane masyarakat Desa.
Dadi kesimpulane jan-jane Regane Demokrasi kuwe diarani larang ya larang, diarani murah ya murah. Kuwe mau kabeh gumantung sapa sing kira- kira arep dijokena dadi pemimpin.
Angger sing kepengin dadi pemimpin kuwe wong sing carane ambisi banget biasane wong mau nganggo ” Aji Pokoke kudu dadi ” . Pokoke mbuh kepriwe ya kudu dadi. Lha kiye biasane di dadekena kesempatan nang wong- wong sing duwe maksud ora iklas ndukung sebab seneng maring kualitase tapi pamrihe mbok jere sapa bisa diarah duwite, dadine rega demokrasi larang.
Siki jajal dibandingena karo calon sing kaya tek contokena, ya calon sing pancen disenengi masyarakat, calon sing pancen seneng tulung ora angger ana pilihan tok, calon sing seneng silahturahmi, insya allah regane demokrasi ya murah.
Tapine kabeh – kabeh mau pancen mbutuhena wektu karo pengalaman sing ora sedela. Contone Presiden Suharto ujarku ya dipilih nang DPR ( mbiyen sing makili rakyat ) mimpin Indonesia kurang lewih 30 tahun, masyarakat pada ngrasakena kepenak, apa- apa jere murah, aman pegawean nggo masyarakat gampang.
Bareng ana sing kepengin dadi pemimpin bisa ngojok- ngojoki mahasiswa supayane milih pemimpin sing dipilih nang masyarakat, njur Pak Harto leren, apa Presiden sing dipilih masyarakat lewih apik ?
Tapine kabeh mau barang wis kebanjur Demokrasi pancen kudu mlaku, mung sing kudu dipikirena ya kuwe mbutuhena calon calon pemimpin sing bener- bener lahir batin, ” Siap menang tapi sisan gawe uga siap kalah ”. Dadine undur- undurane tetep masyarakate akur, aman dan ora pada wadan- wadanan. Utawane sing menang ya aja umuk, sing urung menang kudu legawa ngakoni kekalahane.
Angger ulih melu udu rembug, penulis kelingan pesene wong tuwa nang ndesa angger tes ana pilihan Lurah. ” Ya priwe- priwe picek dengkol ya kudu dikukup diraup”. Mangsude, sing kepilih karo botoh –botohe wis ora perlu mbedak – mbedakena kae mbiyen dudu pendukunge, lan liya- liyane.
Muga- muga Purbalingga sing seprana seprene pilihan Bupati, pilihan Presiden, pilihan Gubernur pilihan Legislatif aman, ya muga- muga pilihan Bupati karo Wakil Bupati periode 2010-2015 sing nembe kelakon ya muga-muga pinaringan berkahing Gusti Allah swt. Pinaringan aman lancar lan apa sing dadi programe bener- bener bisa dirasakena nang masyarakat kabeh. Amin.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/05/28/regane-demokrasi/
Dadi Lurah Pancén Ora Gampang
Berita metengé Menik wis kabéh wong ngerti. Wong sing ada ning pojok kidul butul pojok lor kabéh padha wis ngerti. Saben-saben ana wong padha pétan, padha takon-takon karo médhek-médhek penasaran, sapa jané sing metengi Menik. Tapi kabéh wong padha ora ngerti sapa sing pasti. Biyungé Menik bae ora ngerti apa maning wong liya. Tapi sing mesti diantara bocah lima termasuk Jano sing padha metengi Menik.
Metengé perawan désa kayak Menik pancén nembé baé kelakon ning désa Wadhaskelir. Meteng sedurungé ngijab tumrapé wong ndésa pancén ora pantes. Wong dukuh Kemukus pancén termasuk wong ‘abangan’ sing artiné maring nglakoni sarékat agama urung jero nemen. Nék diétung karo kalkulator, wong sing gelem sembahyang pancén ésih sepethit. Lewih akéh wong sing gelem padha buru blacan, nggarangan karo céléng go dipangan keluarga. Sing ngingu asu juga esih akéh.
Pancén sing akéh sing abangan nanging angger masalah keguyuban, wong Wadhaskelir aja ditakoni. Ramah-tamah, guyub-rukun wis dadi watekké wong dukuh Kemukus. Apik maring tangga teparo kuwé lewih diutamakna. Ora mung kuwé thok, kelakuwan jinah kuwé banget disengiti dening wong Dukuh Kemukus.
Mulané anggaer masalah meteng sedurungé ngijab, pinemuné wong Dukuh Kemukus pancén ésih arang. Arang sréndang malah. Mulané angger ana wong sing meteng sedurungé nikah mesthi bakalé dadi kembang lambé, terus mesthi olih piwales sekang pamong désa ning kono.. Termasuk kasus metengé si Menik.
Warta metengé si Menik wis krungu maring kupingé Lurahé. Lurahé olih lapuran sekang Pak Bau Sadu. Lurahé sing ning jero kantor banjur nyekel bathuk mertandhani mikir. Pitakonan sapa sing kudu tanggung jawab maring Menik uga ana ning pikirané Lurahé. Tumrap sebagai pemimpin wargané, wis tugas Lurah kudu golét pinemu sing bisa ngudhari kebundetan masalah mau. Tapi pancén, bundhetan sing dialami dening Menik pancén mbingungaken.
“Nék wis lahir anaké Menik siy wis madan lumayan artiné. Ana gambaran angger anaké Menik kuwé mirip karo sapa. Lha angger persis bulud kaya Jano ya berarti anaké Jano. Tapi ya ora mesthi juga ya” Lurahé takon maring awaké dhéwék, mikir dhéwék nang kantor desané.
Lurahé Jayamanggala pancén urung suwé dadi lurah. Asalé Jayamanggala mikir angger dadi lurah kuwé mesthiné kepénak. Sedurungé dadi lurah, Jayamenggala mikir kayané bangga, marem atiné angger diundang Pak Lurah deng wong liya. Jayamenggala sering mbayangna angger dadi lurah mesthi duwité akéh, sebabé akéh bantuan mudhun sekang pemerintah ndhuwur maring ndésa. Jebulé ora gampang kaya sing dibayangna. Bantuan sekang ndhuwur siki pancén wis mulai kenceng pengawasané. Kepéngin ngeleg duwit sepérak-rongpérak utawa serini baé kudu gawé laporan pertanggung jawaban. Mergané sewektu-wektu ana anak buahé KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) teka maring désa. Urung maning, siki akéh wong dadi wartawan, wah bisa lewih ramé maning desané.
Lagi mikir mbalékna utang sewektu nyalon lurah baé urung lunas. Bengkoké lurahé sing separo malah ésih manjleb go balékna utang sing akéh sewektu nyadhoni awaké njago lurah.
Malah siki kondangan labuh akéh. Wirang angger dadi lurah ora sregep kondangan maring wargané. Wis sregep kondangan baé seneng dadi omongan. Dadi lurah kuwé kudu njagani wargané supaya bisa ndeleng tumindak awaké apik terus. Kondangané lurah kuwé juga kudu beda karo pamong désa biasa. Angger lurah kondangané paling sethithik kudu Rp.20éwu. Angger ora, mesthi bar si Dadap bubar kondangan mesthi ana krungu kabar sekang pojok kidul désa butul lor pojok désa. Omongan lurahé kondangan mung Rp.5éwu. Jan mesthiné kaya kuwé. Padahal nék diétung sekang pilihan lurah Jayamenggala nembé enem wulan dadi lurah.
“Jebul nembé enem wulan dadi lurah, siki malah ketemu karo masalah sing gawé puyeng. Masalah wadonan, masalah Menik sing dimetengi wong ora genah” pikirané Jayamenggala ngomong sewektu dhéwéké lagi njagong ning pendhopo umah blabag sing anyar. Untung si Juminah, bojoné lurahé sering teka nglipur kesusahané lakiné. Pancén begja si Jayamenggala, Juminah pancén rupané ayu, manut tur gelem susah bareng urip karo Jayamenggala.
“Pancén Mas, dadi lurah ora gampang” Juminah nylemod nyambi ngladhéni segelas téh kroncong klangenané Jayamenggala. Pancén Juminah kaya wis langsung ngerti angger lurahé lagi mikir masalah metengé si Menik. Ngomongé si Juminah pancén nentremaken puyengé Lurahé. Apamaning angger Juminah ngguyu, wah Lurahé tambah adhem. Lesung pipiné Juminah pancén bisa madhangna peteng pikiran lurahé. Omongané Juminah sing mung lulusan MTs jebulé sering ngudhari bundhet masalahe bojoné. Mung siji thok sing siki urung bisa dilakoni Juminah, Mélu awéh duwit go nyaur njago lurahé Jaya Menggala. Tapi pancén nyaur utang kuwé kewajibané dhéwék Jayamenggala sing jago lurah ganu.
“Jum, angger kabéh wong wadon kaya ko tah. Kayané dunya ora mumeti ya Jum?”lurahé langsung ngomong maring Juminah sing nembé baé ngladhéni téh kroncong. Juminah sing mbatiri njagong ning jéjéré lurahé mung mésem karo takon.
“Kepriwé sih Mas” Juminah takon penasaran maring sing lanang. Wataké wong wadon pancén terus penasaran maring wong lanang sing dhemen gawé teka-teki.
“Tapi angger akéh bocah kaya Menik ya mbingungaké. Untung aku duwé ko. Séwu Menik kalah deng siji Juminah” omongané lurahé selot nambahi gawé penasaran Juminah. Akhiré lurahé nyritakna perkarané si Menik sing urung jelas meteng deng sapa maring bojoné.
“Jum, kira-kira jabang bayi sing ana neng wetengé Menik kuwé anaké sapa ya Jum. Mbok ko tah wong wadon lewih awas ndelengna wong wadon. Jéréné wong wadon kan naluri karo perasaané lewih landep tinimbang wong lanang. Mbok ko duwé pinemu sing apik aku diwéi ngerti” lurahé nambahi takon maring Juminah bojoné. Juminah sing dadi bojoné, domongi lurahé kaya kuwé tambah mongkog atiné. Awaké ngrasa kanggonggawé dadi bojo lurah Jayamenggala. Pancén dadi bojo lurah kudu bisa tukar pikir, tukar pikiran syukur tukang kawruh. Awaké ngrasa yén sekolahé karo mondhoké nggoné Kyai Lebé kanggonggawé. Dhéwéké sadar karo éling, pancén dadi bojo lurah kuwé udu mung ayu thok. Ayu thok pancén ora cukup.
Sedurung Juminah ngomong mangsuli pitakonané Jayamenggala sapa bapané jabang bayi ng wetengané Si Menik, krungu suwara adzan ning tajugé Kaki Reksa. Suwara adzané pancén jelas krungu. Suarané jelas suwarané kaki-kaki. Laguné gréal-gréol, tur nafasé ya cendhek-cendhek karo pedhot2. Sing sering krungu adzan ya mung Kaki Reksa sing umahé ning arep Tajug kaé. Padahal ning kono akéh bocah nom. Nanging wis suwé ora krungu bocah enom padha gelem adzan ning Tajuge Kaki Reksa.
Padahal jaman ganu ciliké Jayamenggala padha rebutan adzan karo batiré. Jayamenggala sering rebutan adzan Sanpura wektu cilik. Tapi siki ora ana bocah rebutan adzan. Anané siki bocah padha rebutan wadonan. Mulané ora gumun ana kasus kaya sing dilakoni si Menik. Pikirané Jayamenggala kebek jipek, ngundhung-ngundhung.
“Mas, sembahyang disit yuh. Wis wektuné asyar kiyéh” Juminah mbuyarna lamunané Jayamenggala.
“Iya Jum. Jum, siki jaman wis pancén édan ya Jum” Jaya menggala menyat sekang jagongan nyambi nggandhéng Juminah sing ngguyu mésem ngerténi bojoné sing dadi lurah mikirna perkarané si Menik.
“Mulané kudu padha éling Mas, Kon padha éling ayuh sembahyang dhisit. Nyembah maring Hyang akarya Jagat supaya padha éling. Perkara Menik meshtiné mengko toli ketemu dalan metuné” sepisan maning omongané Juminah gawé bombong Jayamenggala.
“Untung aku duwé bojo kaya ko ya Jum. Ngger aku duwé bojo kaya Menik. Jan kaya ngapa mumeté. Juminah pancén ora ayu thok, tapi pinter mbombongna karo madhangna pikirku” sepisan maning Jayamenggala ngrayu Juminah.
“Wis lah, olih nggombal. Gari wudhu koh ayuh maring mburi. Aja ngasi gepokan maning mengko batal ora sembahyang-sembahyang malah” Juminah ndhorong Jayamenggala sing arep kepéngin nggandheng terus tangané Juminah sing alus.
Seuwisé adzan, krungu maning suwara seraké Kaki Reksa lagi puji-pujian Ayun-Ayun Badan. Ora rampung-rampung. Wis dadi kebiasaan angger puji-pujiané Kaki Reksa kuwé dawa tur suwé. Tapi jebulé dawané puji-pujian ora njamin wong sing padha ditunggu sembahyang jamangah bareng akéh sing teka.
Pancén jaman édan!
Sewisé sembahyang Jayamenggala olih wangsit sekang Gusti Alloh. Sebagai Lurah, dhéwéké akhiré duwé rencana arep musyawarah karo pamong désa liyané. Musyawarah go ngrembug solusi masalahe sing dialami Menik. Aja ngasi kedadian sing dialami Menik kedadian maning.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/07/07/dadi-lurah-pancen-ora-gampang/
Metengé perawan désa kayak Menik pancén nembé baé kelakon ning désa Wadhaskelir. Meteng sedurungé ngijab tumrapé wong ndésa pancén ora pantes. Wong dukuh Kemukus pancén termasuk wong ‘abangan’ sing artiné maring nglakoni sarékat agama urung jero nemen. Nék diétung karo kalkulator, wong sing gelem sembahyang pancén ésih sepethit. Lewih akéh wong sing gelem padha buru blacan, nggarangan karo céléng go dipangan keluarga. Sing ngingu asu juga esih akéh.
Pancén sing akéh sing abangan nanging angger masalah keguyuban, wong Wadhaskelir aja ditakoni. Ramah-tamah, guyub-rukun wis dadi watekké wong dukuh Kemukus. Apik maring tangga teparo kuwé lewih diutamakna. Ora mung kuwé thok, kelakuwan jinah kuwé banget disengiti dening wong Dukuh Kemukus.
Mulané anggaer masalah meteng sedurungé ngijab, pinemuné wong Dukuh Kemukus pancén ésih arang. Arang sréndang malah. Mulané angger ana wong sing meteng sedurungé nikah mesthi bakalé dadi kembang lambé, terus mesthi olih piwales sekang pamong désa ning kono.. Termasuk kasus metengé si Menik.
Warta metengé si Menik wis krungu maring kupingé Lurahé. Lurahé olih lapuran sekang Pak Bau Sadu. Lurahé sing ning jero kantor banjur nyekel bathuk mertandhani mikir. Pitakonan sapa sing kudu tanggung jawab maring Menik uga ana ning pikirané Lurahé. Tumrap sebagai pemimpin wargané, wis tugas Lurah kudu golét pinemu sing bisa ngudhari kebundetan masalah mau. Tapi pancén, bundhetan sing dialami dening Menik pancén mbingungaken.
“Nék wis lahir anaké Menik siy wis madan lumayan artiné. Ana gambaran angger anaké Menik kuwé mirip karo sapa. Lha angger persis bulud kaya Jano ya berarti anaké Jano. Tapi ya ora mesthi juga ya” Lurahé takon maring awaké dhéwék, mikir dhéwék nang kantor desané.
Lurahé Jayamanggala pancén urung suwé dadi lurah. Asalé Jayamanggala mikir angger dadi lurah kuwé mesthiné kepénak. Sedurungé dadi lurah, Jayamenggala mikir kayané bangga, marem atiné angger diundang Pak Lurah deng wong liya. Jayamenggala sering mbayangna angger dadi lurah mesthi duwité akéh, sebabé akéh bantuan mudhun sekang pemerintah ndhuwur maring ndésa. Jebulé ora gampang kaya sing dibayangna. Bantuan sekang ndhuwur siki pancén wis mulai kenceng pengawasané. Kepéngin ngeleg duwit sepérak-rongpérak utawa serini baé kudu gawé laporan pertanggung jawaban. Mergané sewektu-wektu ana anak buahé KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) teka maring désa. Urung maning, siki akéh wong dadi wartawan, wah bisa lewih ramé maning desané.
Lagi mikir mbalékna utang sewektu nyalon lurah baé urung lunas. Bengkoké lurahé sing separo malah ésih manjleb go balékna utang sing akéh sewektu nyadhoni awaké njago lurah.
Malah siki kondangan labuh akéh. Wirang angger dadi lurah ora sregep kondangan maring wargané. Wis sregep kondangan baé seneng dadi omongan. Dadi lurah kuwé kudu njagani wargané supaya bisa ndeleng tumindak awaké apik terus. Kondangané lurah kuwé juga kudu beda karo pamong désa biasa. Angger lurah kondangané paling sethithik kudu Rp.20éwu. Angger ora, mesthi bar si Dadap bubar kondangan mesthi ana krungu kabar sekang pojok kidul désa butul lor pojok désa. Omongan lurahé kondangan mung Rp.5éwu. Jan mesthiné kaya kuwé. Padahal nék diétung sekang pilihan lurah Jayamenggala nembé enem wulan dadi lurah.
“Jebul nembé enem wulan dadi lurah, siki malah ketemu karo masalah sing gawé puyeng. Masalah wadonan, masalah Menik sing dimetengi wong ora genah” pikirané Jayamenggala ngomong sewektu dhéwéké lagi njagong ning pendhopo umah blabag sing anyar. Untung si Juminah, bojoné lurahé sering teka nglipur kesusahané lakiné. Pancén begja si Jayamenggala, Juminah pancén rupané ayu, manut tur gelem susah bareng urip karo Jayamenggala.
“Pancén Mas, dadi lurah ora gampang” Juminah nylemod nyambi ngladhéni segelas téh kroncong klangenané Jayamenggala. Pancén Juminah kaya wis langsung ngerti angger lurahé lagi mikir masalah metengé si Menik. Ngomongé si Juminah pancén nentremaken puyengé Lurahé. Apamaning angger Juminah ngguyu, wah Lurahé tambah adhem. Lesung pipiné Juminah pancén bisa madhangna peteng pikiran lurahé. Omongané Juminah sing mung lulusan MTs jebulé sering ngudhari bundhet masalahe bojoné. Mung siji thok sing siki urung bisa dilakoni Juminah, Mélu awéh duwit go nyaur njago lurahé Jaya Menggala. Tapi pancén nyaur utang kuwé kewajibané dhéwék Jayamenggala sing jago lurah ganu.
“Jum, angger kabéh wong wadon kaya ko tah. Kayané dunya ora mumeti ya Jum?”lurahé langsung ngomong maring Juminah sing nembé baé ngladhéni téh kroncong. Juminah sing mbatiri njagong ning jéjéré lurahé mung mésem karo takon.
“Kepriwé sih Mas” Juminah takon penasaran maring sing lanang. Wataké wong wadon pancén terus penasaran maring wong lanang sing dhemen gawé teka-teki.
“Tapi angger akéh bocah kaya Menik ya mbingungaké. Untung aku duwé ko. Séwu Menik kalah deng siji Juminah” omongané lurahé selot nambahi gawé penasaran Juminah. Akhiré lurahé nyritakna perkarané si Menik sing urung jelas meteng deng sapa maring bojoné.
“Jum, kira-kira jabang bayi sing ana neng wetengé Menik kuwé anaké sapa ya Jum. Mbok ko tah wong wadon lewih awas ndelengna wong wadon. Jéréné wong wadon kan naluri karo perasaané lewih landep tinimbang wong lanang. Mbok ko duwé pinemu sing apik aku diwéi ngerti” lurahé nambahi takon maring Juminah bojoné. Juminah sing dadi bojoné, domongi lurahé kaya kuwé tambah mongkog atiné. Awaké ngrasa kanggonggawé dadi bojo lurah Jayamenggala. Pancén dadi bojo lurah kudu bisa tukar pikir, tukar pikiran syukur tukang kawruh. Awaké ngrasa yén sekolahé karo mondhoké nggoné Kyai Lebé kanggonggawé. Dhéwéké sadar karo éling, pancén dadi bojo lurah kuwé udu mung ayu thok. Ayu thok pancén ora cukup.
Sedurung Juminah ngomong mangsuli pitakonané Jayamenggala sapa bapané jabang bayi ng wetengané Si Menik, krungu suwara adzan ning tajugé Kaki Reksa. Suwara adzané pancén jelas krungu. Suarané jelas suwarané kaki-kaki. Laguné gréal-gréol, tur nafasé ya cendhek-cendhek karo pedhot2. Sing sering krungu adzan ya mung Kaki Reksa sing umahé ning arep Tajug kaé. Padahal ning kono akéh bocah nom. Nanging wis suwé ora krungu bocah enom padha gelem adzan ning Tajuge Kaki Reksa.
Padahal jaman ganu ciliké Jayamenggala padha rebutan adzan karo batiré. Jayamenggala sering rebutan adzan Sanpura wektu cilik. Tapi siki ora ana bocah rebutan adzan. Anané siki bocah padha rebutan wadonan. Mulané ora gumun ana kasus kaya sing dilakoni si Menik. Pikirané Jayamenggala kebek jipek, ngundhung-ngundhung.
“Mas, sembahyang disit yuh. Wis wektuné asyar kiyéh” Juminah mbuyarna lamunané Jayamenggala.
“Iya Jum. Jum, siki jaman wis pancén édan ya Jum” Jaya menggala menyat sekang jagongan nyambi nggandhéng Juminah sing ngguyu mésem ngerténi bojoné sing dadi lurah mikirna perkarané si Menik.
“Mulané kudu padha éling Mas, Kon padha éling ayuh sembahyang dhisit. Nyembah maring Hyang akarya Jagat supaya padha éling. Perkara Menik meshtiné mengko toli ketemu dalan metuné” sepisan maning omongané Juminah gawé bombong Jayamenggala.
“Untung aku duwé bojo kaya ko ya Jum. Ngger aku duwé bojo kaya Menik. Jan kaya ngapa mumeté. Juminah pancén ora ayu thok, tapi pinter mbombongna karo madhangna pikirku” sepisan maning Jayamenggala ngrayu Juminah.
“Wis lah, olih nggombal. Gari wudhu koh ayuh maring mburi. Aja ngasi gepokan maning mengko batal ora sembahyang-sembahyang malah” Juminah ndhorong Jayamenggala sing arep kepéngin nggandheng terus tangané Juminah sing alus.
Seuwisé adzan, krungu maning suwara seraké Kaki Reksa lagi puji-pujian Ayun-Ayun Badan. Ora rampung-rampung. Wis dadi kebiasaan angger puji-pujiané Kaki Reksa kuwé dawa tur suwé. Tapi jebulé dawané puji-pujian ora njamin wong sing padha ditunggu sembahyang jamangah bareng akéh sing teka.
Pancén jaman édan!
Sewisé sembahyang Jayamenggala olih wangsit sekang Gusti Alloh. Sebagai Lurah, dhéwéké akhiré duwé rencana arep musyawarah karo pamong désa liyané. Musyawarah go ngrembug solusi masalahe sing dialami Menik. Aja ngasi kedadian sing dialami Menik kedadian maning.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/07/07/dadi-lurah-pancen-ora-gampang/
Musim Ramadhan "Bakoel Wédang" sajikan menu baru
Bosan dengan lokasi ngabuburit yang biasa-biasa saja atau anda tidak ingin terjebak macet di pusat keramaian, tidak ada salahnya anda menghabiskan waktu menunggu beduk berbuka puasa sembari browsing internet di Bakoel Wedang.
Café yang didirikan sejak 16 Mei 2008 tersebut, lokasinya tidak jauh dari pusat Kota Purwokerto, tepatnya di Jalan Wiriatmaja atau lebih dikenal dengan sebutan jalan bank, suasana yang tenang dengan lingkungan yang cukup asri memang menjadi salah satu alasan si pemilik mendirikan tempat usaha di sana.
Cafe Bakul Wedang yang nyaman.
Asrul Tsany Mubarokah, pemilik Bakoel Wedang, kepada banyumasnews.com mengungkapkan selama bulan Ramadhan, pengunjung akan mendapatkan paket tajilan menjelang berbuka.
Dia mengungkapkan selama ini pengunjung terbanyak berasal dari kalangan mahasiswa, jikapun ada karyawan yang mampir, biasanya dari kalangan perbankan, karena lokasi café memang dekat dengan sejumlah bank seperti BTPN dan BRI.
“Kami justru belum mempersiapkan agenda kegiatan ramadhan kali ini, tahun lalu sebelum berbuka kami menggelar pertunjukkan musik,” jelas Asrul.
Asrul mengatakan sebelum membuka Bakoel Wedang, dia pernah membuka sebuah restoran makanan Eropa di lokasi yang sama, namun terpaksa ditutup, nama Bakoel Wedang kemudian dipilihnya dengan alasan menyesuaikan konsep usaha yang lebih merakyat.
“Saya rasa nama Bakoel Wedang tidak terlalu aneh, meski harga harga di sini murah namun tetap elegan, konsep awalnya memang meniru café-café yang sudah ada dan kemudian kami modifikasi sedemikian rupa termasuk menu minuman dan makanan,” kata Asrul menambahkan.
Bakoel Wedang menyediakan sejumlah minuman berbahan dasar kopi seperti kopi asli sepseial Sumatra Mandheling, Aceh Gayo, Java Arabica, Espresso Golden Crema serta Florest Arabica. Minuman yang terbilang khas seperti kopi toebroek, kopi susu, jahe, teh susu, teh hijau, teh strawberry, serta teh poci.
“Ada menu spesial di sini yaitu delicious bewe, yaitu potongan daging sapi dengan saos spesial disajikan dengan nasi mentega, selain itu ada menu cemilan yang sangat diminati pengunjung yakni chicken piccata dan Banyoemas Nyoss, isinya berupa mendoan, tahu serta pisang goreng hangat dengan rasa nyoss,” ujar Asrul.
Keunggulan Bakoel Wedang lainnya menurut Asrul adalah pengolahan beef tenderloin steak dan sirloin steak yang tidak asal asalan dan sesuai kaidah pembuatan steak yang benar, rasanya menurut Asrul tidak jauh berbeda dengan steak buatan restoran mahal.
“Kami juga baru saja membuat menu cheese ice cream yaitu es krim hasil perpaduan keju dan cokelat yang disajikan dengan roti, sedangkan menu lainnya, berry berry nice, merupakan es krim dengan irisan buah peach, bagi pengunjung tentu tidak perlu memesan seluruh menu, cukup memesan minuman bisa mengakses internet gratis” kata dia berpromosi.
Pada akhir wawancara Asrul mengatakan Bakoel Wedang akan menggelar sejumlah kegiatan regular serta akan menyajikan sesuatu yang berbeda bagi bagi pengunjung, anda berminat, tunggu apa lagi.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/21/musim-ramadhan-bakoel-wedang-sajikan-menu-baru/
Café yang didirikan sejak 16 Mei 2008 tersebut, lokasinya tidak jauh dari pusat Kota Purwokerto, tepatnya di Jalan Wiriatmaja atau lebih dikenal dengan sebutan jalan bank, suasana yang tenang dengan lingkungan yang cukup asri memang menjadi salah satu alasan si pemilik mendirikan tempat usaha di sana.
Cafe Bakul Wedang yang nyaman.
Asrul Tsany Mubarokah, pemilik Bakoel Wedang, kepada banyumasnews.com mengungkapkan selama bulan Ramadhan, pengunjung akan mendapatkan paket tajilan menjelang berbuka.
Dia mengungkapkan selama ini pengunjung terbanyak berasal dari kalangan mahasiswa, jikapun ada karyawan yang mampir, biasanya dari kalangan perbankan, karena lokasi café memang dekat dengan sejumlah bank seperti BTPN dan BRI.
“Kami justru belum mempersiapkan agenda kegiatan ramadhan kali ini, tahun lalu sebelum berbuka kami menggelar pertunjukkan musik,” jelas Asrul.
Asrul mengatakan sebelum membuka Bakoel Wedang, dia pernah membuka sebuah restoran makanan Eropa di lokasi yang sama, namun terpaksa ditutup, nama Bakoel Wedang kemudian dipilihnya dengan alasan menyesuaikan konsep usaha yang lebih merakyat.
“Saya rasa nama Bakoel Wedang tidak terlalu aneh, meski harga harga di sini murah namun tetap elegan, konsep awalnya memang meniru café-café yang sudah ada dan kemudian kami modifikasi sedemikian rupa termasuk menu minuman dan makanan,” kata Asrul menambahkan.
Bakoel Wedang menyediakan sejumlah minuman berbahan dasar kopi seperti kopi asli sepseial Sumatra Mandheling, Aceh Gayo, Java Arabica, Espresso Golden Crema serta Florest Arabica. Minuman yang terbilang khas seperti kopi toebroek, kopi susu, jahe, teh susu, teh hijau, teh strawberry, serta teh poci.
“Ada menu spesial di sini yaitu delicious bewe, yaitu potongan daging sapi dengan saos spesial disajikan dengan nasi mentega, selain itu ada menu cemilan yang sangat diminati pengunjung yakni chicken piccata dan Banyoemas Nyoss, isinya berupa mendoan, tahu serta pisang goreng hangat dengan rasa nyoss,” ujar Asrul.
Keunggulan Bakoel Wedang lainnya menurut Asrul adalah pengolahan beef tenderloin steak dan sirloin steak yang tidak asal asalan dan sesuai kaidah pembuatan steak yang benar, rasanya menurut Asrul tidak jauh berbeda dengan steak buatan restoran mahal.
“Kami juga baru saja membuat menu cheese ice cream yaitu es krim hasil perpaduan keju dan cokelat yang disajikan dengan roti, sedangkan menu lainnya, berry berry nice, merupakan es krim dengan irisan buah peach, bagi pengunjung tentu tidak perlu memesan seluruh menu, cukup memesan minuman bisa mengakses internet gratis” kata dia berpromosi.
Pada akhir wawancara Asrul mengatakan Bakoel Wedang akan menggelar sejumlah kegiatan regular serta akan menyajikan sesuatu yang berbeda bagi bagi pengunjung, anda berminat, tunggu apa lagi.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/21/musim-ramadhan-bakoel-wedang-sajikan-menu-baru/
"Bamboe Asrie" menawarkan suasana asri untuk berbuka puasa
Menunggu beduk tanda berbuka puasa, sembari memandang hamparan sawah nan asri atau memandang ikan yang menari lincah di dalam kolam, tentu menjadi sebuah momen langka bagi masyarakat perkotaan.
Namun semua suasana yang begitu romantis tersebut masih bisa Anda dapatkan kala mengunjungi rumah makan Bamboe Asrie yang terletak di Jalan Dr Gumbreg 61 A Purwokerto atau tepat di sebelah timur RSUD Margono.
Kiki Indrawan, manajer operasional Bamboe Asrie, kepada banyumasnews.com mengungkapkan selama Ramadhan, rumah makan yang berdiri sejak 2 Juli 2006 tersebut memberikan setiap pengunjung tajil gratis berupa kolak, es campur, dawet ayu, serta minuman khas Banyumasan lainnya.
Restoran milik Fifin Nuri Endarti SH dan Hastoro Yudo Prayitno tersebut, juga telah menyiapkan sejumlah menu yang harganya terjangkau oleh masyarakat luas, yang diberi nama Pahe Ramadhan.
Keasrian dan kenyamanan juga jadi andalan.
“Ada dua yakni Pahe Ramadhan perorangan dan menu pesanan paket Ramadhan. Jadi bagi siapa saja yang memesan 10 paket akan mendapatkan gratis satu paket, semisal pengunjung kurang puas dengen menu yang kami siapkan, bisa ganti dengan menu harian reguler,” jelasnya.
Salah satu sudut asri Bamboe Asrie.
Saat banyumasnews.com membuka daftar harga yang disodorkan Kiki Indrawan, paketnya benar-benar terbilang hemat dan bagkan masih terjangkau oleh kantung mahasiswa. Pahe A yang berisikan nasi putih, telur balado cap cay serta jeruk (es/hangat) misalnya hanya dipatok Rp 7.000.
Atau Anda ingin menu yang sedikit berbobot bisa memilih paket hemat D yang isinya nasi putih, ayam bakar atau goreng, sayur asam serta teh tarikh yang disajikan hangat atau menggunakan es seharga Rp 9.000.
“Menu spesial andalan kami dan paling banyak dipesan adalah gurame bakar dan gurame goreng bumbu asam manis, serta es Bamboe Asrie yakni serutan buah melon atau bisa juga blewah yang dicampur dengan selasih, sirup, susu serta es,” imbuh Kiki.
Arena pancingan.
Pertemuan
Selain menu-menu yang menggiurkan lidah, restoran tersebut juga bisa digunakan sebagai tempat pertemuan, seminar, acara pernikahan, atau ulang tahun.
Menurut Kiki, pengunjung yang menggunakan ruangan di Bamboe Asrie akan mendapatkan sound system, dekorasi ruangan yang semuanya gratis, ditambah bonus tidak dibatasinya waktu penyelenggaraan kegiatan. Fasilitas lainnya berupa taman bermain dan kolam pemancingan.
Fasilitas bermain Bamboe Asrie.
“Selama Ramadahan, kami akan buka sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Pengunjung juga bisa memancing di sini dengan sewa alat pancing Rp 1.000. Jika ikan tertangkap bisa langsung diolah dengan charge bumbu Rp. 10.000. Ikan tangkapan juga bisa dibawa pulang. Untuk muajir atau nila harga per kilogram Rp 14.000 sementara gurame kami patok Rp 30.000 per kilogram. Kami juga menerima pesanan catering,” jelasnya.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/22/bamboe-asrie-menawarkan-suasana-asri-untuk-berbuka-puasa/
Namun semua suasana yang begitu romantis tersebut masih bisa Anda dapatkan kala mengunjungi rumah makan Bamboe Asrie yang terletak di Jalan Dr Gumbreg 61 A Purwokerto atau tepat di sebelah timur RSUD Margono.
Kiki Indrawan, manajer operasional Bamboe Asrie, kepada banyumasnews.com mengungkapkan selama Ramadhan, rumah makan yang berdiri sejak 2 Juli 2006 tersebut memberikan setiap pengunjung tajil gratis berupa kolak, es campur, dawet ayu, serta minuman khas Banyumasan lainnya.
Restoran milik Fifin Nuri Endarti SH dan Hastoro Yudo Prayitno tersebut, juga telah menyiapkan sejumlah menu yang harganya terjangkau oleh masyarakat luas, yang diberi nama Pahe Ramadhan.
Keasrian dan kenyamanan juga jadi andalan.
“Ada dua yakni Pahe Ramadhan perorangan dan menu pesanan paket Ramadhan. Jadi bagi siapa saja yang memesan 10 paket akan mendapatkan gratis satu paket, semisal pengunjung kurang puas dengen menu yang kami siapkan, bisa ganti dengan menu harian reguler,” jelasnya.
Salah satu sudut asri Bamboe Asrie.
Saat banyumasnews.com membuka daftar harga yang disodorkan Kiki Indrawan, paketnya benar-benar terbilang hemat dan bagkan masih terjangkau oleh kantung mahasiswa. Pahe A yang berisikan nasi putih, telur balado cap cay serta jeruk (es/hangat) misalnya hanya dipatok Rp 7.000.
Atau Anda ingin menu yang sedikit berbobot bisa memilih paket hemat D yang isinya nasi putih, ayam bakar atau goreng, sayur asam serta teh tarikh yang disajikan hangat atau menggunakan es seharga Rp 9.000.
“Menu spesial andalan kami dan paling banyak dipesan adalah gurame bakar dan gurame goreng bumbu asam manis, serta es Bamboe Asrie yakni serutan buah melon atau bisa juga blewah yang dicampur dengan selasih, sirup, susu serta es,” imbuh Kiki.
Arena pancingan.
Pertemuan
Selain menu-menu yang menggiurkan lidah, restoran tersebut juga bisa digunakan sebagai tempat pertemuan, seminar, acara pernikahan, atau ulang tahun.
Menurut Kiki, pengunjung yang menggunakan ruangan di Bamboe Asrie akan mendapatkan sound system, dekorasi ruangan yang semuanya gratis, ditambah bonus tidak dibatasinya waktu penyelenggaraan kegiatan. Fasilitas lainnya berupa taman bermain dan kolam pemancingan.
Fasilitas bermain Bamboe Asrie.
“Selama Ramadahan, kami akan buka sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Pengunjung juga bisa memancing di sini dengan sewa alat pancing Rp 1.000. Jika ikan tertangkap bisa langsung diolah dengan charge bumbu Rp. 10.000. Ikan tangkapan juga bisa dibawa pulang. Untuk muajir atau nila harga per kilogram Rp 14.000 sementara gurame kami patok Rp 30.000 per kilogram. Kami juga menerima pesanan catering,” jelasnya.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/22/bamboe-asrie-menawarkan-suasana-asri-untuk-berbuka-puasa/
"Waroeng Ndeso" tawarkan suasana pedesaan nan alami
UNIK dengan suasana pedesaan Jawa yang sangat kental, begitulah kesan yang ditangkap tim banyumasnews.com kala melangkahkan kaki memasuki pelataran Waroeng Ndeso yang terletak di jalan Baturaden km 10 Rempoah, Purwokerto.
Bangunan-bangunan berbentuk joglo, pepohonan, ikan yang menari lincah di kolam, menyapa mata ini yang telah penat dengan sketsa ruwetnya pemandangan gedung-gedung di pusat kota.
Warung Ndeso dengan ruangan yang asri (foto:lin/BNC)
Pengelola benar benar memperhatikan harmonisasi alam dengan tiap bangunan yang ada, begitu natural, mengingatkan penulis akan suasana di Kampung Naga yang sangat teratur namun tidak meninggalkan sisi artistic.
Restoran milik Hj.Hartati,Bsc tersebut selain menyajikan pemandangan alam yang eksotis, juga memiliki menu-menu makanan tradisional seperti ayam baker spesial sari kelapa, singkong goreng yang dipadukan dengan bumbu barbeque, ceker kecap lada hitam.
Ada pula menu yang diberi dengan nama unik seperti oseng legit numani, wedang jahe ublek ublek kopyor, meski tradisional, Waroeng Ndeso juga menyediakan sejumlah makanan asal Eropa, seperti steak, beef maupun spaghetti.
Menurut salah seorang staf bernama Titin, nama Waroeng Ndeso sengaja dipilih karena suasananya memang mirip dengan suasana pedesaan, dari jalannya yang naik turun, bangunan-bangunan yang terbuat dan kayu, dan tiga sungai kecil yang membelah lokasi itu.
Warung Ndeso dengan ruangan yang asri (foto:lin/BNC)
“Bahkan suasana desa juga terbawa hingga proses penyajian makanan, nasi kami masak di tungku, piring makan terbuat dari tembikar, alas masakan yang akan disajikan dari anyaman daun pohon aren, bahkan cara memasak sejumlah menu juga menggunakan peralatan tradisional, di sini bahan bahan olahan daging tidak di masak menggunakan oven melainkan alat seperti pemanggang sate,” ujar Titin.
Titin bercerita selama bulan Ramdhan, Waroeng Ndeso juga telah menyiapkan satu program yaitu buka puasa diskon 20 persen, serta menu paket super hemat, dengan uang Rp. 7.150 pengunjung bisa menikmati satu di antara 12 paket yang telah disiapkan.
Saat memesan menu paket satu misalnya, anda sudah bisa menikmati buka puasa dengan nasi putih, ayam goreng tepung, sambal bajak, timun, maupun es seperti es the, es asem atau es jeruk sirup.
Da juga menu paket yang menyajikan menu cukup unik yakni menu paket 10 dan menu paket 11, karena selain mendapat nasi putih anda juga akan mendapat lauk pauk seperti jamur tepung dan urapan maupun sate tahu dan pecel.
“Selama ramadhan kami buka dari pukul 10.00 pagi hingga pukul 22.00 WIB, kalau menu favorit di sini ada dua yaitu gurameh bakar dan ayam bakar spesial, total menu di sini mencapai 300 dan setiap tiga atau empat bulan sekali ada seleksi menu-menu yang kurang diminati, kemudian kami ganti dengan menu baru,” ungkap Titin menjelaskan.
Ruangan yang ditata penuh artistik (foto:lin/BNC)
Bisa digunakan sebagai tempat pernikahan
Waroeng Ndeso menurutnya juga bisa digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta pernikahan, dengan biaya Rp 5 juta anda sudah mendapatkan fasilitas berupa sound sistem, prasmanan, foto dan dekorasi.
Setiap malam di lokasi tersebut juga digelar live music, dan gratis bagi siapa saja yang ingin menyaksikan. Di bagian atas bagi yang memiliki hobi bernyanyi bisa berkaraoke, jangan khawatir karena lokasinya terbuka. Jika anda penasaran,datng saja ke Warung Ndeso.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/24/waroeng-ndeso-tawarkan-suasana-pedesaan-nan-alami/
Bangunan-bangunan berbentuk joglo, pepohonan, ikan yang menari lincah di kolam, menyapa mata ini yang telah penat dengan sketsa ruwetnya pemandangan gedung-gedung di pusat kota.
Warung Ndeso dengan ruangan yang asri (foto:lin/BNC)
Pengelola benar benar memperhatikan harmonisasi alam dengan tiap bangunan yang ada, begitu natural, mengingatkan penulis akan suasana di Kampung Naga yang sangat teratur namun tidak meninggalkan sisi artistic.
Restoran milik Hj.Hartati,Bsc tersebut selain menyajikan pemandangan alam yang eksotis, juga memiliki menu-menu makanan tradisional seperti ayam baker spesial sari kelapa, singkong goreng yang dipadukan dengan bumbu barbeque, ceker kecap lada hitam.
Ada pula menu yang diberi dengan nama unik seperti oseng legit numani, wedang jahe ublek ublek kopyor, meski tradisional, Waroeng Ndeso juga menyediakan sejumlah makanan asal Eropa, seperti steak, beef maupun spaghetti.
Menurut salah seorang staf bernama Titin, nama Waroeng Ndeso sengaja dipilih karena suasananya memang mirip dengan suasana pedesaan, dari jalannya yang naik turun, bangunan-bangunan yang terbuat dan kayu, dan tiga sungai kecil yang membelah lokasi itu.
Warung Ndeso dengan ruangan yang asri (foto:lin/BNC)
“Bahkan suasana desa juga terbawa hingga proses penyajian makanan, nasi kami masak di tungku, piring makan terbuat dari tembikar, alas masakan yang akan disajikan dari anyaman daun pohon aren, bahkan cara memasak sejumlah menu juga menggunakan peralatan tradisional, di sini bahan bahan olahan daging tidak di masak menggunakan oven melainkan alat seperti pemanggang sate,” ujar Titin.
Titin bercerita selama bulan Ramdhan, Waroeng Ndeso juga telah menyiapkan satu program yaitu buka puasa diskon 20 persen, serta menu paket super hemat, dengan uang Rp. 7.150 pengunjung bisa menikmati satu di antara 12 paket yang telah disiapkan.
Saat memesan menu paket satu misalnya, anda sudah bisa menikmati buka puasa dengan nasi putih, ayam goreng tepung, sambal bajak, timun, maupun es seperti es the, es asem atau es jeruk sirup.
Da juga menu paket yang menyajikan menu cukup unik yakni menu paket 10 dan menu paket 11, karena selain mendapat nasi putih anda juga akan mendapat lauk pauk seperti jamur tepung dan urapan maupun sate tahu dan pecel.
“Selama ramadhan kami buka dari pukul 10.00 pagi hingga pukul 22.00 WIB, kalau menu favorit di sini ada dua yaitu gurameh bakar dan ayam bakar spesial, total menu di sini mencapai 300 dan setiap tiga atau empat bulan sekali ada seleksi menu-menu yang kurang diminati, kemudian kami ganti dengan menu baru,” ungkap Titin menjelaskan.
Ruangan yang ditata penuh artistik (foto:lin/BNC)
Bisa digunakan sebagai tempat pernikahan
Waroeng Ndeso menurutnya juga bisa digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta pernikahan, dengan biaya Rp 5 juta anda sudah mendapatkan fasilitas berupa sound sistem, prasmanan, foto dan dekorasi.
Setiap malam di lokasi tersebut juga digelar live music, dan gratis bagi siapa saja yang ingin menyaksikan. Di bagian atas bagi yang memiliki hobi bernyanyi bisa berkaraoke, jangan khawatir karena lokasinya terbuka. Jika anda penasaran,datng saja ke Warung Ndeso.
*****
Sumber: http://banyumasnews.com/2009/08/24/waroeng-ndeso-tawarkan-suasana-pedesaan-nan-alami/
Langganan:
Postingan (Atom)